hughaechanie

Setelah berputar-putar mencari tempat untuk mengeprint tugasnya akhirnya mereka berdua sudah di dalam mobil menuju perjalan pulang. Entah kenapa tiba-tiba saja tempat print banyak yang tutup atau ada juga yang ternyata sedang rusak, hingga membawa mereka berdua jauh dari tempat awal. Keheningan melanda mereka berdua dalam mobil, hanya ada suara radio yang terdengar kecil di telinga masing-masing. Sebelum akhirnya sang puan berkata, “Sa di belokan itu nanti ada kafe, mampir dulu yuk sebentar. Kita minum, kamu juga kayaknya capek dan ngantuk gini. Disana ada kopi juga kamu bisa minum buat ilangin ngantuk.”

Heksa lelaki itu masih dalam pikirannya sendiri. Jujur saja pikiran dan raga Heksa kini sedang lelah dan dia butuh Azia namun sudah 2 hari ini Azia mengacuhkannya, membuat laki-laki itu tampak kacau. Tapi entah apa yang ada dipikirannya, laki-laki itu mengemudikan mobilnya kearah kafe yang diucapkan gadis di sebelahnya itu.

Setelah berhasil memarkirkan mobilnya, laki-laki itu turun bersamaan dengan gadis yang bersamanya. Heksa menghembuskan nafasnya pelan memegangi kepalanya yang terasa sedikit pening.

“Sa kamu gapapa?”

“Gapapa Len”

“Eh yaudah kalo gitu ayok masuk” Heksa menganggukan kepalanya. Mereka berdua melangkahkan kakinya memasuki kafe tersebut.

“Eh rame ternyata, yaudah Sa kamu cari tempat duduk dulu gimana? Biar aku yang pesen, kamu mau apa?”

“Terserah, yang menurut lo enak aja” Setelah itu mereka berpisah, Helen melangkahkan kakinya untuk memesan minuman mereka dan Heksa masih mematung di tempatnya. Laki-laki itu mengedarkan padangannya ke seluruh kafe yang cukup ramai ini karena sedang ada live musik dan juga ini malam minggu banyak pasangan yang datang.

Namun seketika netra laki-laki itu melihat seorang yang dia kenal, gadisnya. Ya benar Heksa melihat Azia dan juga seorang laki-laki yang 3 hari lalu ia temui di rooftop. Heksa mengepalkan tangannya dengan kuat, rahangnya mengeras menahan amarah. Dia memejamkan matanya sebentar untuk menetralkan emosinya. Setelah itu dia langkahkan kakinya menuju meja kedua orang tersebut yang sedang asyik mengobrol sampai tertawa itu.

“Azia” ucapan Heksa membuat kedua orang tersebut menoleh kearahnya.

“Heksa kamu kenapa ada disini?” jawab Azia dengan nada gemetar.

Anjir kenapa gue gugup gini, kayak ketauan selingkuh aja anj. Batin Azia

“Heksa aku udah pesen, kita jadinya duduk dimana?” gadis itu berbicara sambil mendekat kearah ketiga orang tersebut. “Eh ada kak Karel sama Azia? Kalian lagi ngedate?”

“Haha iya nih gue lagi ngedate sama Azia” Azia membelalakkan matanya tak percaya dengan jawaban Karel, apalagi kini Heksa sudah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. “Kalian juga lagi mau ngedate?” lanjut nya.

“Gak. Gue gak ngedate sama dia” gadis yang bersama Heksa itu baru saja ingin menjawab tapi Heksa sudah dulu menyangkalnya.

“Ikut aku Zi” ucap Heksa sambil meraih tangan Azia dan menariknya paksa, membuat Azia sedikit meringis.

“Sa pelan-pelan, sakit.”

“Helen lo balik sendiri ya, gue ada urusan” setelahnya mereka sudah menghilang dari kafe itu meninggalkan Karel dan Helen dengan tersenyum kemenangan.

“Kak kira-kira putus gak ya?”

“Mungkin aja putus, ngeliat Heksa yang marah dan juga Azia yang salah paham liat kamu sama Heksa.” Karel menarik pinggang Helen untuk mendekat ke arahnya. “By kamu cantik banget malem ini. Gimana kita lanjutin malem mingguan ini berdua?” Helen menganggukan kepalanya pelan dalam pelukan Karel dan tersenyum bahagia.

Laki-laki berwajah sedikit bule itu sedang menunggu seseorang di rooftop yang sepi ini dengan kedua tangannya yang ia masukkan kedalam saku celananya. Tak berselang lama, empat orang remaja laki-laki memasuki rooftop tersebut.

“Wih bawa temen ternyata?” Laki-laki itu mengangkat suara nya yang ditujukan kepada lawan bicaranya itu. Lawan bicara nya itu kini berdiri tepat di hadapannya sambil tersenyum smirk, setelah nya dia mengatakan. “Tenang aja gue tetep sendiri disini. Temen gue cuman mantau kalau ada guru, gue sih gak takut. Cuman kasian aja sama lo, takutnya nanti ketauan sama guru ilang deh citra anak baik lo. Apalagi lo udah kelas 12, ups” Seakan terpancing laki-laki itu mencoba tetap tenang menahan emosinya. Setelah itu ketiga teman dari lawannya itu melangkahkan kakinya keluar, menutup pintu rooftop dan berjaga di luar sana.

“Jangan lama dan inget lo berdua itu dulu pernah temenan” ucap Bian. Laki-laki di dalam sana mengacungkan jempolnya tanda “oke”.

“Oke gak pake basa-basi. Jadi maksud lo apa?” To the point, itu yang dilakukan Heksa sekarang. Sekarang dia benar-benar hanya berdua di dalam rooftop bersama Karel, lawan bicaranya itu.

“Heksa Heksa lo ini beneran gak tau maksud gue apa atau emang pura-pura gak tau?”

“Jelasin Karel apa maksud lo ngedeketin Azia?”

“Because she’s your girlfriend” Heksa mengerutkan keningnya heran mendengar jawaban santai dari Karel. “And ya main-main sedikit gapapa kali ya. Apalagi gak ada yang tau kalo dia pacar lo dan satu sekolah tau gue lagi deket sama azia dan mereka bilang gue sama Azia cocok, ups”

“Brengsek apa maksud lo main-main”

“Maksud gue mainin hubungan lo, sorry gue gak tertarik sama Azia”

“Gue akan bikin Azia jatuh dalam pesona gue dan bikin dia ninggalin lo kayak apa yang lo lakuin dulu ke hubungan gue”

“Anjing. Gue udah bilang berulang kali, lo salah paham Karel. Dia pergi bukan karena gue!”

“Gue gak mau denger apa pun. Karena yang gue tau she’s like you dan itu jadi alasan kenapa dia pergi.”

“Bukan Karel! Itu bukan alasan utama dia pergi. Ah shit! Kenapa juga dia pergi ngilang tanpa kabar gini”

“I don’t care Sa. Gue tetep gak suka ngeliat hubungan lo yang selalu bahagia. Gue bakalan bikin Azia pergi dari lo.” Heksa sudah tidak mengerti dengan cara pikir Karel. Dengan amarah yang sudah dia tahan daritadi Heksa melayangkan pukulan tepat di wajah Karel. Karel yang tidak siap terhuyung kebelakang dan tepat di bagian bibirnya sobek karena pukulan Heksa.

“Ck, baru gini aja udah kepancing lo”

“Tenang aja Heksa gue gak apa-apain cewek lo. Gue gak tertarik, dia gak secantik itu buat gue. Tapi kalo sentuh dikit gapapa kali ya”

“Brengsek” tepat setelah mengatakan itu Heksa menendang tubuh Karel hingga tersungkur ke lantai. Heksa menghampirinya dan menarik kerahnya. “Gue kesini tadinya mau ngomong baik-baik. Tapi lo ternyata tetep sama aja kayak dulu. Bajingan”

“Sesama bajingan gak usah ngatain”

“Anjing” Heksa memukul wajah tampan Karel lagi dan lagi. Kini hidung Karel berdarah tapi tak membuat Heksa berhenti memukulinya. Karel yang juga masih menyimpan emosi mengumpulkan segala tenaganya untuk lepas dari cengkraman Heksa. Kini Karel mencengkram kerah seragam Heksa dan mendorongnya hingga ketembok dengan kasar. Membuat Heksa sedikit meringis.

“Brengsek ini buat lo yang udah bikin dia pergi dari gue” Karel melayangkan pukulannya ke wajah Heksa. “Ini buat lo yang udah ngancurin kebahagiaan gue” Tak hanya itu Karel juga menendang perut Heksa menggunakan lututnya. Heksa kini merasa kesakitan. Namun dia tahan hingga akhirnya dia kembali menendang Karel dengan seluruh tenaganya. Kini Karel kembali berada dalam cengkraman Heksa. Heksa benar-benar sudah tak memandang Karel lagi, dia memukul Karel dengan membabi buta. “Lo boleh ngatain gue anjing, lo boleh hina gue. Tapi gue gak akan suka lo bawa-bawa Azia dan ngehina dia gitu aja di depan muka gue”

Karel berdecih dan tersenyum miring. Tak lama setelahnya Bian, Faiz, dan Farel masuk ke dalam rooftop setelah mendengar ada barang yang terjatuh. Ketiga nya terkejut melihat kedua orang itu sama-sama sudah babak belur. Heksa yang belum sadar akan kehadiran temannya ingin melayangkan lagi pukulan kearah Karel namun dengan cepat di tahan oleh Bian. “Udah anjing Sa, Karel udah kayak mau mati gini masih aja pengen lo tonjok”

“Rel, Is bawa Karel dah ke uks cepetan sebelum ada yang tau”

“Gak perlu, gue bisa sendiri” Karel dengan susah payah mencoba bangkit, Farel dan Faiz yang melihat itu mencoba membantu.

“Thanks” ucapnya

“Jangan lo pikir karena lo udah bikin gue kayak gini gue bakalan mundur. Lo salah Heksa justru bikin gue semangat buat cepet-cepet ngancurin hubungan lo.” Setelah mengucapkan itu Karel keluar dengan berjalan sedikit kesusahan karena menahan rasa sakit ditubuh dan juga wajahnya.

“Bangsat” gumam Heksa

tw // family issues, slap

Rumah mewah bernuansa putih dengan barang-barang mewah di dalamnya itu terasa sunyi. Kini hari menunjukkan pukul 11 malam, setelah asyik mengobrol dengan sang Bunda, laki-laki bernama Heksa itu sedang duduk terdiam di ruang tengah. Mengamati sekitar seolah terasa asing untuknya. Orang bilang rumah merupakan tempat terhangat dan ternyaman untuk pulang, tapi tidak untuk Heksa. Laki-laki itu enggan sekali menapaki rumah tersebut jika tidak karena bunda nya. Setidaknya jika dia pulang masih tersisa sedikit kehangatan dan rasa kasih sayang dari bundanya.

Suara pintu terdengar seperti ada yang membuka nya. Seorang pria paruh baya dengan stelan jas lengkap dan tas kerja yang dijinjingnya itu melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut. Langkah kakinya menuntunnya ke arah ruang tengah, netra pria paruh baya itu menangkap seorang laki-laki yang sedang duduk sambil menundukkan kepalanya ke bawah. “Kamu? Sejak kapan kamu disini?!”

Suara khas berat yang bercampur amarah itu membuyarkan lamunan Heksa. Dia mendongakkan kepalanya, setelahnya dia menghela panjang nafasnya. Rasanya habis ini akan ada perdebatan panjang dan sungguh Heksa benci itu.

“Bian cuman nemenin Bunda karena Ayah keluar kota” Ya Heksa menyebut dirinya Bian karena sedari kecil ayahnya itu selalu memanggilnya Bian. Diambil dari nama belakangnya Heksa Biantara. Dan pria paruh baya itu adalah ayah dari Heksa, Jovan Biantara.

“Karena saya sudah pulang, kamu bisa pergi dari sini. Sungguh saya tidak suka kamu berada disini” Hati Heksa mencelos mendengar perkataan ayah nya. Bagaimana bisa seorang ayah mengusir anaknya sendiri dan mengatakan jika dia tidak menyukainya kalau Heksa berada di rumah ini. Heksa benar-benar muak dibuatnya.

“Kenapa Yah? Kenapa Ayah selalu gak suka sama Bian? Sudah 17 tahun Yah, sudah 17 tahun ayah menutup mata dengan kehadiran Bian KENAPA?!!!” Heksa benar-benar sudah berada di puncak amarahnya. Ayolah Heksa bukan lagi anak kecil yang ketika disuruh akan langsung menurut, tapi dia sudah menjadi laki-laki yang sedang menjalani proses pendewasaan. Heksa benar-benar tidak mengerti dengan ayahnya ini. Sudah 17 tahun tapi Jovan selalu mengelak kehadiran Heksa.

“Pelankan suara kamu Bian!” balas Jovan tak kalah dengan nada tingginya.

“Bian cuman butuh jawaban Yah, Kenapa ayah gak suka sama Bian? Apa Bian ini cuman pembawa sial atau Bian ini pembawa bencana di kehidupan ayah?”

“Bian jaga ucapan kamu!”

“Kenapa Yah? Benar itu alasan ayah?”

Plakkk. Tamparan itu terdengar begitu nyaring karena saking kerasnya. Jovan yang lelah dan bercampur amarah tak sengaja melayangkan tangannya itu ke arah Heksa. Pipi Heksa kini sudah terlihat begitu merah karena tamparan ayah nya itu.

Anjing, sakit banget. Gak Sa, lo gak boleh nangis. Batin Heksa.

“Cukup Bian. Jangan bikin saya tambah emosi, lebih baik sekarang pergi dari sini.”

Heksa berdecih sambil menatap nanar ayah nya itu. Dia benar-benar benci ini, ayahnya terlihat seperti monster untuknya. “Iya Bian pergi dari sini. Emang kehadiran Bian tuh selalu gak diterima sama ayah. Bian gak ngerti apa salah Bian sampe ayah kayak gini. Tapi semoga aja ayah cepet sadar” Heksa menarik nafasnya panjang sebelum melanjutkan ucapannya. “Titip Bunda yah, bilang Bian pamit. Jangan kasih tau Bunda apa-apa mengenai ini. Yah Bian emang benci sama ayah tapi gak memungkiri Bian juga sayang sama ayah. Semoga ayah sehat selalu, Bian pamit Yah.” Dengan dada nya yang begitu sesak Heksa melangkahkan kakinya dengan berat meninggalkan rumah tersebut. Perlahan punggung yang terlihat rapuh itu menghilang, menyisakan Jovan yang termenung dengan kakinya yang bergetar lemas. Jovan mendudukkan dirinya di atas sofa, menetralkan nafasnya dan juga sakit yang menderu kepalanya.

“Maafin saya, maafin saya Bian. Saya gagal jadi ayah karena emosi dan rasa kecewa yang masih menguasai diri saya. Kamu bukan pemebawa sial kamu bukan pembawa bencana. Sungguh saya juga menyayangi kamu Bian, anak saya yang hebat.”

Azia dan Trisha baru saja keluar dari kelasnya disebabkan rapat dadakan karena suatu alasan. Azia dan Trisha melangkahkan kakinya menuju lapangan. Namun terlihat anggota paskibra itu belum memulai latihannya. Azia dan Trisha saling bertatapan satu sama lain. Mereka mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan dan terlihat ada anak futsal yang sedang latihan. Trisha yang melihat itu sudah siap meledakkan amarahnya, namun dengan cepat ditahan oleh Azia.

“Kenapa belum mulai?” tanya Azia

“Liat dong Zi, mereka latihan lagi. Padahal ini bukan jadwalnya mereka ekskul” jawab Ona teman seangkatan paskibnya.

“Agak minggir kesini padahal bisa loh”

“Bisa, tapi kan kita tetep aja harus gerak jalan jadi tetep sampe sini-sini juga” Azia menghembuskan nafasnya perlahan. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan anak futsal. Padahal mereka tau, kalau jadwal ekskul futsal dan paskibra tidak bisa disatukan karena lapangan yang ada.

“Oke gue coba ngomong sama anak futsal ya” putus Azia.

“Zi lo yakin?” tanya Trisha meyakinkan temannya itu.

Azia mengangguk. Dia perlahan mendekati lapangan futsal tersebut. Menemui anak futsal yang sedang duduk di pinggir lapangan.

“Sorry Bian ya?” Bian yang merasa namanya terpanggil menoleh.

“Eh Zi, kenapa?”

“Gue boleh ngomong sama Heksa?” Bian mengerti maksud Azia. Dia pasti ingin memberi tau bahwa dia ingin latihan dan ingin memakai lapangan.

“Heksa? Oh oke sebentar gue panggilin”

“Ok, thanks” Azia tak mendapat jawaban karena Bian langsung beranjak dari duduknya melangkahkan kaki ke arah Heksa yang sedang fokus latihan. Azia yang tak jauh dari sana melihat kedua laki-laki itu berbicara. Setelahnya Heksa menoleh ke belakang, tepat ke arah Azia dan tersenyum tipis.

Laki-laki itu pun langsung melangkahkan kaki nya ke pinggir lapangan dimana Azia berada.

Mereka berdua saling berhadapan dan bertatapan satu sama lain. Heksa hanya diam sambil mengangkat kedua alisnya mengatakan “apa”.

“Ini bukan jadwal latihan futsal kan?” ucap Azia to the point.

“Emang bukan. Tapi karena kemaren kita gak ekskul, pak Yayan ngasih izin kita buat latihan hari ini.”

Cih. Bawa-bawa pak Yayan. Batin Azia

“Tapi kan harusnya kalian tau ini jadwal latihan paskib”

“Tapi gue gak tau”

“Emangnya gak liat mading? atau gak masuk grup ekskul?”

“Dua-duanya”

“Ck, ribet. Gue sama temen-temen gue mau latihan. Kalian bisa ngalah gak? di lapangan merah sana” ucap Azia memohon kepada lawan bicara di depannya ini. Tapi sungguh Heksa hanya tersenyum melihat itu, karena terlihat sangat menggemaskan.

“Gak usah pake gue gue, aku aja kali” bisik Heksa sekaligus meledek.

“Sa ngalah dong, waktu itu kamu juga gangguin anak paskib lagi. Gak kapok apa waktu itu aku tendang. Mau lagi?” ujar Azia sangat pelan. Takut-takut nanti ada yang mendengar nya walaupun kini semua orang yang ada di lapangan sibuk dengan aktivitas nya masing-masing.

Heksa mendekatkan wajahnya tepat di telinga Azia. “Kan aku udah bilang jangan di tendang dong cantik, cium aja sini.” Azia melebarkan bola matanya, dia sungguh terkejut dengan ucapan Heksa di telinganya dengan suara beratnya itu, hingga membuat Azia reflek berteriak. “GAAAAAK” Azia benar-benar berteriak terkejut dan secara tak sadar menendang kaki Heksa dengan sangat kencang. “Arghh aduh sakit Zi”

Semua orang yang ada di lapangan itu kompak menoleh ke arah sumber suara. Trisha yang melihat dari kejauhan langsung menyusul temannya itu. Dan juga teman Heksa yang tadinya fokus latihan langsung menghampiri mereka berdua.

“Anjing lo apain temen gue” teriak Trisha tidak terima di hadapan Heksa.

“Temen lo nih yang apa-apain gue. Dia nendang gue. Sakit.”

“Hahaha anjing lo di tendang lagi Sa?” Faiz tertawa sangat puas melihat temannya itu.

“Brengsek”

“Lo ngapain sih Sa sampe di tendang gitu?” tanya Bian

“Gue cuman nanya aja”

“Nanya apaan anjing”

“Ah udah lah lo semua gak jelas tau gak” ucap Trisha. “Zi lo gapapa?” lanjut nya. Azia mengangguk pelan.

“Sekarang gue yang ngomong. Lo ngapain pada ekskul hari ini?” ucap Trisha dengan tegas.

“Ganti jadwal karena kita gak ekskul kemaren” jawab Heksa

“Sumpah ya alasan lo gak jelas mulu sejak 2 bulan yang lalu. Udah enak-enak tuh ekskul gue latihan dengan tenang terus sekarang lo mau ganggu lagi? emang lo pikir ini lapangan punya lo sendiri anjing??” Demi Tuhan. Emosi Trisha kini sudah tidak bisa ditahan lagi. Pasalnya memang sejak Heksa yang menjabat sebagai kapten futsal dan Azia menjadi ketua paskib ada saja pertengkaran diantara kedua ekskul ini.

“Santai dong nyet” ucap Bian tak kalah emosi. Farel yang melihat itu menahan Bian untuk tidak berkata lebih.

“Terus lo mau nya gimana Sha? gue kan juga gak terlalu make lapangan. Batesnya sampe tiang kan?” Heksa mencoba menjawab dengan kepala dingin. “Tetep aja ya, bola lo itu kadang kena anak paskib” Azia yang sudah lelah melihat pertengkaran itu mencoba menenangkan temannya itu.

“Udah Sha ayok kita pergi aja. Kita bisa latihan di depan halaman Aula” ucap Azia memutuskan. Trisha yang mendengar itu tak terima.

“Gak bisa gitu dong Zi, hari ini kan jadwalnya kita ekskul. Mereka dong yang harusnya ngalah”

“Sha”

“Ck, terserah lo deh. Buat lo berempat lo ngeselin banget babi”

“Santai dong. Cewek tapi kayak toa suaranya”

“Kenapa? gak seneng lo? tutup kuping aja sono” Memang tak habisnya jika Trisha dan Bian disatukan. Akan ada saja bacotan yang keluar dari mulut masing-masing.

Azia dengan cepat menarik temannya itu menjauhi anak-anak futsal.

“Bangsat ngeselin banget tuh cewek” gumam nya.

“Lo nya juga Bi mancing mulu” ucap Farel

“Sa terus gimana ini? sumpah itu mereka udah keliatan marah banget” ucap Faiz

“Tenang aja, gue bisa atasin” Ketiga temannya itu hanya bisa menatap nya dengan heran.


“Kita latihan di depan halaman aula aja ya, kita juga kayaknya latihan sebentar aja. Aku mau bahas tentang lomba sama kalian” ucap Azia yang sudah kembali bersama anak paskib.

“Udah mau di bahas sekarang?” tanya Trisha.

“Iya Sha, kata Dea udah ada info tentang lomba nya. Jadi kita harus mulai siapin dari sekarang” Trisha hanya mengangguk.

“Yaudah kalo gitu ambil tas kalian kita pindah ke belakang”

“Siap kak”


-Vy

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, selama 1 tahun berpacaran. Bukan untuk maksud lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

judulgambar

Azia dan Trisha baru saja keluar dari kelasnya disebabkan rapat dadakan karena suatu alasan. Azia dan Trisha melangkahkan kakinya menuju lapangan. Namun terlihat anggota paskibra itu belum memulai latihannya. Azia dan Trisha saling bertatapan satu sama lain. Mereka mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan dan terlihat ada anak futsal yang sedang latihan. Trisha yang melihat itu sudah siap meledakkan amarahnya, namun dengan cepat ditahan oleh Azia.

“Kenapa belum mulai?” tanya Azia

“Liat dong Zi, mereka latihan lagi. Padahal ini bukan jadwalnya mereka ekskul” jawab Ona teman seangkatan paskibnya.

“Agak minggir kesini padahal bisa loh”

“Bisa, tapi kan kita tetep aja harus gerak jalan jadi tetep sampe sini-sini juga” Azia menghembuskan nafasnya perlahan. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan anak futsal. Padahal mereka tau, kalau jadwal ekskul futsal dan paskibra tidak bisa disatukan karena lapangan yang ada.

“Oke gue coba ngomong sama anak futsal ya” putus Azia.

“Zi lo yakin?” tanya Trisha meyakinkan temannya itu.

Azia mengangguk. Dia perlahan mendekati lapangan futsal tersebut. Menemui anak futsal yang sedang duduk di pinggir lapangan.

“Sorry Bian ya?” Bian yang merasa namanya terpanggil menoleh.

“Eh Zi, kenapa?”

“Gue boleh ngomong sama Heksa?” Bian mengerti maksud Azia. Dia pasti ingin memberi tau bahwa dia ingin latihan dan ingin memakai lapangan.

“Heksa? Oh oke sebentar gue panggilin”

“Ok, thanks” Azia tak mendapat jawaban karena Bian langsung beranjak dari duduknya melangkahkan kaki ke arah Heksa yang sedang fokus latihan. Azia yang tak jauh dari sana melihat kedua laki-laki itu berbicara. Setelahnya Heksa menoleh ke belakang, tepat ke arah Azia dan tersenyum tipis.

Laki-laki itu pun langsung melangkahkan kaki nya ke pinggir lapangan dimana Azia berada.

Mereka berdua saling berhadapan dan bertatapan satu sama lain. Heksa hanya diam sambil mengangkat kedua alisnya mengatakan “apa”.

“Ini bukan jadwal latihan futsal kan?” ucap Azia to the point.

“Emang bukan. Tapi karena kemaren kita gak ekskul, pak Yayan ngasih izin kita buat latihan hari ini.”

Cih. Bawa-bawa pak Yayan. Batin Azia

“Tapi kan harusnya kalian tau ini jadwal latihan paskib”

“Tapi gue gak tau”

“Emangnya gak liat mading? atau gak masuk grup ekskul?”

“Dua-duanya”

“Ck, ribet. Gue sama temen-temen gue mau latihan. Kalian bisa ngalah gak? di lapangan merah sana” ucap Azia memohon kepada lawan bicara di depannya ini. Tapi sungguh Heksa hanya tersenyum melihat itu, karena terlihat sangat menggemaskan.

“Gak usah pake gue gue, aku aja kali” bisik Heksa sekaligus meledek.

“Sa ngalah dong, waktu itu kamu juga gangguin anak paskib lagi. Gak kapok apa waktu itu aku tendang. Mau lagi?” ujar Azia sangat pelan. Takut-takut nanti ada yang mendengar nya walaupun kini semua orang yang ada di lapangan sibuk dengan aktivitas nya masing-masing.

Heksa mendekatkan wajahnya tepat di telinga Azia. “Kan aku udah bilang jangan di tendang dong cantik, cium aja sini.” Azia melebarkan bola matanya, dia sungguh terkejut dengan ucapan Heksa di telinganya dengan suara beratnya itu, hingga membuat Azia reflek berteriak. “GAAAAAK” Azia benar-benar berteriak terkejut dan secara tak sadar menendang kaki Heksa dengan sangat kencang. “Arghh aduh sakit Zi”

Semua orang yang ada di lapangan itu kompak menoleh ke arah sumber suara. Trisha yang melihat dari kejauhan langsung menyusul temannya itu. Dan juga teman Heksa yang tadinya fokus latihan langsung menghampiri mereka berdua.

“Anjing lo apain temen gue” teriak Trisha tidak terima di hadapan Heksa.

“Temen lo nih yang apa-apain gue. Dia nendang gue. Sakit.”

“Hahaha anjing lo di tendang lagi Sa?” Faiz tertawa sangat puas melihat temannya itu.

“Brengsek”

“Lo ngapain sih Sa sampe di tendang gitu?” tanya Bian

“Gue cuman nanya aja”

“Nanya apaan anjing”

“Ah udah lah lo semua gak jelas tau gak” ucap Trisha. “Zi lo gapapa?” lanjut nya. Azia mengangguk pelan.

“Sekarang gue yang ngomong. Lo ngapain pada ekskul hari ini?” ucap Trisha dengan tegas.

“Ganti jadwal karena kita gak ekskul kemaren” jawab Heksa

“Sumpah ya alasan lo gak jelas mulu sejak 2 bulan yang lalu. Udah enak-enak tuh ekskul gue latihan dengan tenang terus sekarang lo mau ganggu lagi? emang lo pikir ini lapangan punya lo sendiri anjing??” Demi Tuhan. Emosi Trisha kini sudah tidak bisa ditahan lagi. Pasalnya memang sejak Heksa yang menjabat sebagai kapten futsal dan Azia menjadi ketua paskib ada saja pertengkaran diantara kedua ekskul ini.

“Santai dong nyet” ucap Bian tak kalah emosi. Farel yang melihat itu menahan Bian untuk tidak berkata lebih.

“Terus lo mau nya gimana Sha? gue kan juga gak terlalu make lapangan. Batesnya sampe tiang kan?” Heksa mencoba menjawab dengan kepala dingin. “Tetep aja ya, bola lo itu kadang kena anak paskib” Azia yang sudah lelah melihat pertengkaran itu mencoba menenangkan temannya itu.

“Udah Sha ayok kita pergi aja. Kita bisa latihan di depan halaman Aula” ucap Azia memutuskan. Trisha yang mendengar itu tak terima.

“Gak bisa gitu dong Zi, hari ini kan jadwalnya kita ekskul. Mereka dong yang harusnya ngalah”

“Sha”

“Ck, terserah lo deh. Buat lo berempat lo ngeselin banget babi”

“Santai dong. Cewek tapi kayak toa suaranya”

“Kenapa? gak seneng lo? tutup kuping aja sono” Memang tak habisnya jika Trisha dan Bian disatukan. Akan ada saja bacotan yang keluar dari mulut masing-masing.

Azia dengan cepat menarik temannya itu menjauhi anak-anak futsal.

“Bangsat ngeselin banget tuh cewek” gumam nya.

“Lo nya juga Bi mancing mulu” ucap Farel

“Sa terus gimana ini? sumpah itu mereka udah keliatan marah banget” ucap Faiz

“Tenang aja, gue bisa atasin” Ketiga temannya itu hanya bisa menatap nya dengan heran.


“Kita latihan di depan halaman aula aja ya, kita juga kayaknya latihan sebentar aja. Aku mau bahas tentang lomba sama kalian” ucap Azia yang sudah kembali bersama anak paskib.

“Udah mau di bahas sekarang?” tanya Trisha.

“Iya Sha, kata Dea udah ada info tentang lomba nya. Jadi kita harus mulai siapin dari sekarang” Trisha hanya mengangguk.

“Yaudah kalo gitu ambil tas kalian kita pindah ke belakang”

“Siap kak”


-Vy

“M-mas j-jevan... A-dekk ucapnya tertatih kala melihat sang buah hati sudah tak bernyawa dalam pelukannya. Wanita itu juga merasakan sesak yang begitu hebat di dadanya. Ajal sepertinya sudah menantinya.

“S-sayangg” ujar sang suami kepada istri yang ada disampingnya. “M-maaf m-maaf s-sayangg” laki-laki itu juga merasakan sakit yang hebat menderu kepalanya. Tubuhnya kian melemah karena banyaknya darah yang keluar di sekujur tubuhnya.

“M-mas aku udah gak kuat” sambil menitikkan air mata, dia melihat ke arah suaminya itu. Jevan dengan lemah menggenggam tangan Nesha yang sudah sangat dingin. Keduanya saling menggenggam erat walau banyak noda darah di tangannya.

“N-nesha i-ini akhirnya. K-kita susul a-adek ya, jangan tinggalin a-adek s-endirian. I love you Nes.” dengan susah payah Jevan mengucapkan kalimat itu.

“I love you t-too m-mas” Keduanya saling menarik nafas dalam-dalam. Mereka sudah pasrah dengan takdir yang ada. “B-bareng bareng ya N-nes”

Nesha mengangguk lemah.

“Laa-ila-ha-illallah... Laa-ila-haー” Belum selesai melanjutkan kalimatnya, kedua insan tersebut telah menghembuskan nafas terakhirnya dan matanya menutup dengan damai.

Inilah akhir dari keluarga mereka. Meski kepergian adalah suatu hal yang paling menyakitkan, tapi untuk keluarga ini mungkin inilah yang terbaik dan yang terindah.

Dengan sang suami yang menggenggam erat tangan sang istri di kala terakhir dan juga sang Ibu yang memeluk sang buah hati dalam dekapannya.

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, selama 1 tahun berpacaran. Bukan untuk maksud lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

judulgambar

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, setelah mengantar Azia ke rumahnya. Bukan untuk masuk lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, setelah mengantar Azia ke rumahnya. Bukan untuk masuk lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

judulgambar