hughaechanie

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, setelah mengantar Azia ke rumahnya. Bukan untuk masuk lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

judulgambar

judulgambar

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, setelah mengantar Azia ke rumahnya. Bukan untuk masuk lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

![judulgambar] (https://i.imgur.com/1GKayLC.jpg)

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, setelah mengantar Azia ke rumahnya. Bukan untuk masuk lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

! [judulgambar] (https://i.imgur.com/1GKayLC.jpg)

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, setelah mengantar Azia ke rumahnya. Bukan untuk masuk lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

Kedua insan yang saling jatuh cinta ini saling menatap mata indah dari pemiliknya masing-masing. Saling tersenyum seakan hari ini hari yang paling membahagiakan keduanya, padahal keduanya sudah sama-sama lelah dengan aktivitas di sekolah. Angin malam dingin tidak membuat keduanya berhenti saling menatap. Entah apa yang mereka lakukan, seperti sedang di mabuk asmara kala bertemu pertama kali.

Menyadari keanehan keduanya menggeleng pelan dan membuang muka ke lain arah. Malu dengan yang mereka lakukan selama beberapa menit itu.

“Cantik. Kenapa sih kamu selalu cantik?” ucap Heksa memuji kekasih hatinya itu.

Blush. Heksa memang tidak pernah memberi aba-aba kalau bicara, sudah diyakini pipi Azia sudah memerah saat ini. Laki-laki itu sungguh tak pernah bosan-bosannya untuk memuji gadisnya itu.

“Sa ih apaansi”

“Atuh jadi merah pipinya, hahaha lucu”

“Udah ah pulang sana, makasih ya udah nganterin aku”

“Aku gak suka ya kamu bilang makasih mulu, aku ini pacar kamu Zi gak usah gak enakan gitu”

“Tetep aja Sa, kamu pasti capek. Jarak dari tempat latihan futsal ke sekolah kan lumayan terus ke rumah aku juga lumayan jauh”

“Stop ah cantik, Heksa gak suka dengernya”

“Pokoknya selagi aku bisa nganter dan jemput kamu aku pasti bakalan ngelakuin itu. Gak akan aku ngebiarin kamu pergi sendirian Zi” lanjutnya

“Wih jadi ojek langganan dong”

“Cuman dianggap ojek nih?” Heksa memelankan suaranya tanda dia ngambek. Sebenarnya itu hanya bercanda supaya memancing Zia yang merasa bersalah dan Heksa akan mendapatkan sesuatu untuk balasannya.

“E-ehh gak gitu ganteng. Kamu ini pacar aku, sayangnya aku” ucap Azia seraya mencubit gemas pipi pacarnya itu. Laki-laki itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Azia pun tidak akan mengetahuinya.

“Masa sih?” Masih. Heksa masih mengeluarkan mode ngambeknya, sampai Azia peka dan memberikan sesuatu padanya.

“Loh ini masih ngambek ceritanya?” Heksa hanya diam tak menjawab perkataan Azia.

“Yaudah kalo gitu pulang aja sana, aku mau masuk” Heksa membulatkan matanya tak percaya. Sungguh Heksa terkejut Azia mengusirnya secara halus, padahal biasanya dia akan membujuknya terlebih dahulu.

“Kok ngusir???”

“Ya kamu nya lagi ngambek”

“Bujuk orang mah, biasanya juga kalo ngambek pasti dibujuk”

“Hahaha iya iya bercanda atuh, jangan tambah ngambek. Sini sini” Azia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki itu. Membawanya kedalam pelukannya. Heksa yang masih setia duduk di atas motornya itu tersenyum menang, dia melingkarkan tangannya pada pinggang gadisnya itu. Azia mengelus kepala Heksa dengan begitu pelan, membuat Heksa merasakan hangatnya kenyamanan.

Pelukan itu selalu menjadi favorit Heksa. Kehangatan dan kenyamanan yang diberikan Azia benar-benar membuat Heksa melupakan rasa lelahnya. Aroma vanilla yang melekat di bajunya itu juga menjadi salah satu favoritnya. Azia ini walaupun seharian sudah beraktivitas tapi tetap aroma vanilla itu tetap terasa seperti memang sudah menyatu pada tubuhnya.

“Heksa ganteng, terimakasih sudah menjalani hari ini. Semoga rasa lelahnya bisa terbalaskan di lain hari. Heksa hebat, selalu hebat. Azia sayang Heksa” Bisiknya pelan di sela-sela pelukannya itu.

“Azia juga hebat, makasih juga udah merasakan lelahnya hari ini. Pokoknya habis ini harus langsung istirahat, gak boleh capek-capek biar gak sakit. Heksa juga sayang Azia” Rutinitas pelukan dan mengucapkan kata-kata baik dan penyemangat selalu mereka lakukan setiap pulang sekolah, setelah mengantar Azia ke rumahnya. Bukan untuk masuk lain mereka melakukan itu, tapi rasanya jika sudah seperti itu rasa lelah dan juga segala masalah yang sudah dialami sebelumnya menghilang begitu saja. Tergantikan oleh hangatnya pelukan keduanya dan juga kata-kata penyemangat sebelum memulai hari esok.

“Udah malem Sa, pulang gih”

“Oke cantik, kamu langsung istirahat ya”

“Eh btw kamu pulang kemana?”

“Apart”

“Loh dari kapan?”

“Baru kemaren sih”

“Yaudah kalo gitu besok sarapan di rumah aku”

Heksa menarik ujung bibirnya itu hingga tercipta senyuman yang begitu indah. “Siap cantik”

“Inget kata aku ya nanti langsung istirahat aja, gak usah chat aku gapapa aku tau kamu capek. Besok pagi kita kan masih ketemu ini. Aku pulang dulu ya, dahhh”

“Hahaha oke, hati-hati ganteng”

Disinilah Ardion berada malam ini, di rumah mewah milik keluarga Abian. Ardion nampak sangat gugup padahal dia sering kali bertemu orang banyak dan juga sering mengadakan pertemuan. Pasalnya kini Abian menatap lekat pemilik nama Ardion itu dengan intens, mencari tau sosok di hadapannya ini benar-benar bisa menjaga putri kesayangannya itu atau tidak.

“Jadi udah berapa cewek yang kamu pacari?” tanya Abian dengan tegas. Ardion yang mendengar itu sedikit tersentak, karena nada ucapan Abian terdengar sangat serius.

“Eh? itu om, Saya belum pernah pacaran” jawabnya dengan gugup. Abian yang mendengar itu mengerutkan keningnya heran.

“Masa sih?” Ardion mengganggukkan kepalanya pelan dan berkata. “Iya om”

“HAHAHA” kini Ardion yang dibuat heran dengan tingkah Abian yang tiba-tiba saja tertawa.

“Gak usah tegang gitu kali, kayak lagi wawancara aja lo”

“Lagian santai aja sama saya. Dengar saya baik-baik ya, saya gak peduli kamu udah macarin berapa banyak cewek. Tapi yang penting ketika kamu nantinya sama anak saya, saya mau kamu hanya fokus sama dia. Gak boleh sampai ada orang lain dihubungan kalian.”

“Om emang percaya sama saya?”

“Loh jadi kamu mau saya ragu sama kamu?”

“Bukan gitu om maksudnya”

“Setelah sekian lama saya ketemu lagi sama bunda kamu dan ingetin saya tentang perjodohan itu yang saya pikir itu hanya candaan. Karena pas itu kalian semua masih sama-sama kecil dan ayah kamu tuh dulu benar-benar semangat banget mau jodohin kamu sama Raniesha. Saya pikir bercanda, jadi saya bilang “kalau anak lo udah sukses dan tampan gue bakalan izinin Raniesha buat jadi menantu lo” dan ternyata dia benar-benar ngelakuin hal itu. Dia kirim kamu kesini dalam kondisi udah sukses dan hmm lumayan lah ganteng, tapi masih gantengan om. Dan setelah liat kamu langsung hari ini, saya percaya kalau kamu bisa jaga Raniesha dengan baik.”

“Terimakasih om sudah percaya sama saya”

“Tapi walaupun ini amanah dari ayah kamu, saya tetap kasih keputusan ini sama Raniesha. Saya gak mau memaksakan dia”

“Iya om Dion ngerti”

Tak lama seorang wanita paruh baya menghampiri kedua lelaki tersebut.

“Pa, ayok makan malem. Ajak Bian nya”

“Yuk Dion makan malam dulu”

“Iya om terimakasih” Keduanya pun melangkahkan kaki menuju ruang makan, dengan Erika, Raniesha dan Ranielle yang sudah ada disana.

“Dion, kamu tau yang mana yang Raniesha?” Ardion yang ditanya seperti itu meringis pelan, karena dia benar-benar tidak mengingat satu pun dari mereka dan wajah mereka benar-benar sangat mirip, sulit untuk dibedakan.

“Hahaha itu yang disamping istri saya Ranielle, samping Ranielle baru Raniesha” kedua gadis itu hanya menyunggikan senyumnya kala papa nya itu menyebut nama mereka.

“Habis makan kalian boleh ngobrol dulu nanti berdua, biar lebih dekat”

“Pa”

“Iya om”

Setelahnya tak ada lagi perbincangan diantara mereka, hanya ada dentingan suara garpu dan sendok yang saling beradu yang terdengar di telinga masing-masing.

Tak butuh waktu lama, sesi makan pun sudah selesai.

“Silahkan kalian ngobrol berdua atau kalau mau keluar saya izinin tapi tidak boleh lama, sudah malam soalnya.”

“Eh gak usah keluar om, disini aja gimana”

“Yasudah di taman belakang aja kalo gitu” ucap Erika

“Yasudah saya duluan keatas. Sha ditemenin baik-baik Ardion nya”

“Iya pa”

Ranielle yang merasa sudah tidak enak dan kesal ikut beranjak meninggalkan ruang makan tersebut. Sebelum kakinya melangkah ada tangan yang menahan di bahunya.

“El” lirih Raniesha. Namun dengan cepat Ranielle menghempaskan tangan Raniesha dan langsung pergi begitu saja.


Disinilah mereka berada. Duduk berdua di kursi taman dengan penerangan lampu yang minim. Namun suasana malam yang indah dengan banyak bintang bertaburan dan juga sinar rembulan seolah tau apa yang dirasakan mereka berdua.

“Kak Dion?” ucap Raniesha memecah keheningan diantara mereka berdua.

“Hmm”

“Kenapa kak Dion mendukung perjodohan ini? Alasannya apa? Padahal kita udah lama gak ketemu dan bahkan udah saling lupa dan saling gak kenal”

“Ayah, bunda”

“Hah?”

“Alasan pertama gue adalah ayah. Karena dia yang minta lo buat jadi menantunya, tapi sebelum itu terwujud dia justru udah pergi duluan. Bahkan disaat terakhirnya dia masih ngingetin gue buat nyari Lo. Dan alasan terakhir gue bunda, karena gue mau bunda berhenti kerja dan pulang dari Kalimantan. Alasan bunda sama, dia mau pulang kalau gue ketemu sama lo.” Raniesha menghela berat nafasnya. Segitunya kah kedua orang tua nya menginginkan Raniesha menjadi menantunya?

“Aku paham perasaan kak Dion sebagai anak. Aku juga paham niat kak Dion itu baik. Tapi kak pernikahan itu hubungan antara dua orang yang saling mencintai dan menyayangi. Hubungan dimana dua orang harus saling percaya satu sama lain. Dan itu belum ada diantara kita, jadi buat apa kita menjalani hubungan hanya berdasarkan kesepakatan orang tua?”

“Kalau gitu bantu gue”

“Hah? bantu apa?”

“Mencintai dan menyayangi lo”

“Kak”

“Sha, gue tau ini aneh dan lo pasti kaget. Karena jujur gue juga belum pernah pdkt sama cewek. Tapi kasih gue waktu 7 hari dan selama itu juga lo harus bantu gue buat cinta dan sayang sama lo. Setelah 7 hari gue terima apapun keputusan lo Sha. Kalaupun lo nolak gue, gue bakalan bicarain sama bunda baik-baik”

“Kak Dion”

“Terima atau gak Sha? gue gak suka basa-basi. Sekalian itung-itung latihan pas ngelamar lo beneran nanti”

“Oke fine seven day. But rasanya mustahil banget buat jatuh cinta secepat itu”

“Kita liat Sha, siapa yang jatuh cinta duluan. Lo atau gue?”

“Lo butuh informasi apa sih emangnya?” ucap Jonathan. Laki-laki ini pagi-pagi sekali sudah berada di kantor temannya itu demi mendapat investasi dari nya.

“Raniesha, Mahasiswi yang lo bimbing. Nama lengkapnya siapa?” Jo nampak berfikir sesaat, pasalnya dia tidak terlalu mengingat nama lengkap gadis itu. Karena sudah banyak Mahasiswa dan Mahasiswi yang dia bimbing.

“Gak tau, gak inget” celetuknya

“Ck, gue butuh nama lengkapnya buat mastiin”

“Mastiin apa?”

“Kepo lo”

“Lah anying, gak gue bantuin cari tau lo”

“Ya ya, gue mau mastiin dia cewek yang selama ini bunda cari atau bukan”

“Ohh cewek yang mau dijodohin sama lo?”

“Hmm”

“Namanya Raniesha juga emang?”

“Iya, gue dulu tetanggaan. Tapi gue gak terlalu inget dia”

“Bro tapi yang namanya Raniesha banyak”

“Makanya itu gue mau mastiin”

“Yaudah ntar gue cek dulu, ntar gue kasih tau ke lo nama lengkapnya siapa”

“Oke, thanks Jo. Kalo gitu gue mau meeting dulu”

“Se-pagi ini?” Laki-laki itu hanya menganggukan kepalanya pelan dan berjalan meninggalkan ruangannya itu.

“Anjing gue ditinggal” gumam Jonathan

“WOIII ARDION INVES JANGAN LUPA” teriak Jonathan. Ardion yang mendengar itu menghentikan langkahnya dan berbalik sambil mengacungkan jempolnya tanda “Oke”.

Gadis cantik berbalutkan dress berwarna putih itu melangkahkan kaki nya dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Seharusnya malam ini adalah malam membahagiakan karaena di rumahnya sedang diadakan pesta untuk ulang tahunnya yang ke 17. Namun sebuah pesan membuatnya tanpa berpikir panjang meninggalkan pestanya itu.

Aline, gadis itu tak henti-hentinya menangis sepanjang jalan, tak lupa juga dia lafalkan untaian doa agar kekasihnya itu baik-baik saja. Aline sudah tiba di depan ruang ICU dengan Bian, Haikal, dan Arsen yang sudah ada disana.

“Bian, kenapa Raka bisa kayak gini?” lirihnya

“Aline lo ngapain disini?”

“Iya Aline pesta lo gimana?”

“Gue gak peduli, Raka gimana? Dia baik-baik aja kan?”

“Belum tau Lin, ini kita juga lagi nungguin dokternya keluar”

“Kenapa bisa Raka kecelakaan Bian? Lo bareng-bareng dia kan berangkatnya?”

“Gak Aline, gue sama yang lain make mobil. Tapi Raka kekeh mau bawa motor sendiri”

“Gue juga nyesel ngebiarin Raka pergi pake motor sendirian” Tak lama pintu ruang ICU tersebut terbuka.

“Kalian teman-temannya pasien?”

“Iya dok, gimana keadaan teman kami?”

“Gimana keadaan Raka dok? Dia baik-baik aja kan?” ucap Aline khawatir

“Maaf saya harus mengatakan ini. Kemungkinan kesempatan pasien selamat hanya 20% dan dia tadi meminta untuk bertemu dengan kalian semua”

“Gak dok, dokter bercanda kan?” Aline menolak mentah-mentah pernyataan dokter tersebut, dia menggelengkan kepalanya. Dada nya begitu sesak dan air mata terus saja mengalir di wajahnya.

“Iya Dokter pasti bercanda kan? Temen kita itu kuat dok dia pasti baik-baik aja??!” ucap Haikal tak terima

“Lebih baik kalian semua sekarang masuk dan temui teman kalian. Saya permisi dulu, kalau ada apa-apa cepat panggil saya”

“Baik dok”

Bian memasuki ruangan ICU terlebih dahulu, disusul dengan Aline, Haikal dan Arsen di belakang. Mereka berempat melangkahkan kaki nya perlahan memasuki ruangan tersebut.

Lutut Aline terasa lemas karena di hadapannya kini Raka terbaring lemah dengan banyak darah di sekujur tubuhnya. Aline mendekati nya perlahan, tangisnya makin menjadi.

“RAKAAA”

“A-aline” ucap nya melemah

“K-kamu kok disini? Pesta ulang tahun kamu gimana?” Aline tak mampu menjawab pertanyaan itu dia hanya menggelengkan kepalanya. Tangannya terulur pelan untuk mengelus rambut Raka, dia tidak peduli dengan banyaknya darah yang ada di kepala Raka yang akan mengotori tangannya itu. Tangun satu nya lagi dia gunakan untuk menggenggam tangan Raka.

“Sayang sakit ya? Bertahan sebentar ya?” lirih Aline, Raka hanya tersenyum walaupun sebenarnya dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Membuat hati Aline meringis.

“Rak lo kuat, gue tau lo pasti baik-baik aja” ucap Bian

“Rak ah anjir cepet sembuh lo, biar bisa marahin kita-kita lagi” ucap Haikal

“Lo harus kuat Rak, kalo gak ntar siapa yang jaga Aline?” ucap Arsen

Dengan tegar mereka bertiga mencoba menguatkan temannya itu, namun dalam hati kecil mereka. Mereka tak sanggup melihat temannya yang sedang berjuang antara hidup dan mati itu.

“G-gak usah nangis lo pada” ucap Raka. Mereka bertiga menatap Raka dengan tidak percaya, mau marah pun tidak bisa.

“A-aline m-maaf ya a-aku gak jadi dateng ke pesta ulang kamu”

“H-harusnya sih tadi aku berangkat ke rumah kamu, tapi malah nyasar ke rumah sakit” Mereka berempat membulatkan matanya tak percaya, bisa-bisanya laki-laki itu bercanda dalam kondisinya saat ini.

“S-sayang s-selamat ulang tahun. Kamu cantik banget malem ini, K-kamu harus tau kalau aku sayang banget banget sama kamu dan ya aku merasa beruntung bisa milikin kamu. A-aline terimakasih ya sudah menjadi perempuan kedua setelah bunda yang aku sayangi, makasih karena kamu aku jadi gak merasa sendirian lagi” lirih Raka

“Raka apasih jangan ngomong gini”

“A-aline m-maaf aku sayang kamu, aku sayang bun—da” Tangan itu, tangan yang tadinya menyentuh wajah cantik Aline kini sudah tergelatak tak berdaya di samping tubuhnya bersamaan dengan matanya yang sudah terpejam rapat.

“RAKAAA. PLISSS GAK RAKAAA JANGANNN”

Bian yang sudah merasa tidak beres dengan kondisi Raka memanggil dokter kembali, tak lama Bian bersama dokter dan perawat itu kembali untuk menangani Raka, tapi ternyata takdir berkata lain Raka sudah tidak lagi menghembuskan nafasnya. “19 Oktober 2019 pasien kecelakaan bernama Raka telah dinyatakan meninggal dunia” ucap dokter tersebut.

Mereka berempat yang ada disana diam mematung, mencerna apa yang dikatakan dokter tersebut.

“RAKAAA BANGUNNN PLISS GAK KAYAK GINI RAKAA”

“Raka kamu gak boleh ninggalin aku!”

“Raka kamu janji mau kasih aku hadiah, mana hadiahnya Raka?! Aku mau kamu yang kasih ke aku langsung Raka, kamu juga tulis di wish kalo kamu mau menua bersama aku. Tapi kenapa kamu malah pergi duluan Raka?! Kamu bohong Rakaaa, BANGUN RAKAAAA”

“RAKA!” Gadis itu sudah tak sanggup lagi meneriaki laki-laki yang sudah terbujur kaku itu. Aline tersungkur lemas di lantai, dia benar-benar terpukul atas kepergian Raka. Bian yang melihat itu merasa kasihan. “Aline lo yang kuat ya” ucap Bian sambil memegang pundak Aline yang bergetar hebat karena tangisannya.

“Raka anjing kenapa lo pergi duluan?! Katanya lo mau lulus bareng-bareng kita bangun lo Rakaaa” ucap Haikal mencoba menggerakkan tubuh Raka yang sudah melemah itu.

“Kal udah ikhlasin Raka, ini mungkin emang udah yang terbaik buat dia. Kita doain aja ya buat Haikal?” ucap Arsen

“Ka sorry semoga lo tenang disana ya”

Aline gadis itu bangkit kembali dirasa dia sudah sedikit tenang. Dia mencoba mencoba menggenggam kembali tangan Raka yang sudah sangat dingin itu.

“Raka aku juga sayang kamu, kamu yang tenang ya disana. Terimakasih karena sudah menyayangiku sampai akhir, terimakasih buat semua kenangannya aku gak akan pernah lupain itu sampai kapan pun. Kamu laki-laki terhebat yang pernah aku temuin setelah papa Raka, I love you” ucapnya untuk yang terakhir kali kepada lelaki yang sudah membuatnya jatuh hati itu.

Kepergian Raka yang tidak diduga itu membuat Aline dan ketiga sahabatnya begitu terpukul. Aline tidak pernah menyangka sebelumnya hari ulang tahunnya itu justru menjadi hari terakhirnya bersama Raka. Aline merasa semesta begitu jahat padanya, dihari membahagiakannya dia justru juga harus merasakan kepedihan yang mendalam.

“Mulai hari ini aku harus terbiasa tanpa kamu ya ka? Aku gak tau bisa bahagia tanpa kamu atau gak Ka. Hari ini bener-bener gak akan aku lupain, luka yang kamu kasih begitu dalam dan rasanya akan membekas dalam waktu yang lama”

“Selamat beristihat Raka Kenzie Mahanta, you are the best world boyfriend”

Laki-laki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dengan perasaan bahagia. Dilihatnya seorang wanita paruh baya yang sedang merapikan makanan di meja makan.

“Kamu udah pulang?” ucap wanita paruh baya itu membuyarkan lamunan laki-laki itu.

“Iya bunda”

“Raka sayang, nih bunda masakin makanan kesukaan kamu” Ya laki-laki itu adalah Raka. Dia merasa sangat senang, karena hal ini sangat jarang dikarenakan Bunda nya yang sibuk bekerja.

“Dihabisin ya sayang, bunda mau pergi lagi soalnya. Maaf gak bisa nemenin kamu makan” lanjutnya. Raut wajah Raka seketika berubah, dia menghela pelan nafasnya. Benar saja, dia seharusnya tidak berharap lebih kepada Bunda nya. Dia seharusnya tidak berharap bisa menghabiskan banyak waktu bersama bundanya, walaupun sebenarnya dia sangat ingin.

“Bunda mau pergi lagi?”

“Iya sayang, maaf ya. Bunda lupa kalau ada rapat, bunda pergi dulu ya. Jangan lupa dihabiskan makanan nya ya” Bunda Raka lalu melangkahkan kaki nya keluar rumah, meninggalkan Raka sendiri di meja makan dengan beberapa makanan kesukaan Raka yang dibuatnya.

“Hati-hati bunda” lirihnya pelan. Raka kecewa, padahal dia pikir dia bisa menghabiskan waktunya bersama bunda nya dengan berbincang dan makan bersama walaupun hanya sebentar. Namun, takdir berkata lain. Bunda nya itu seolah tidak punya waktu untuk dirinya, saat ada kesempatan selalu saja ada yang menghalanginya. Raka ingin egois, tapi dia tidak bisa. Karena dia tau, bunda nya pasti lelah karena bekerja keras mencari uang untuk dirinya menggantikan sang ayah yang sudah tiada.

Bunda Raka bukan cuman kangen masakan bunda. Tapi Raka juga kangen ngobrol sama Bunda. – batin Raka

Laki-laki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dengan perasaan bahagia. Dilihatnya seorang wanita paruh baya yang sedang merapikan makanan di meja makan.

“Kamu udah pulang?” ucap wanita paruh baya itu membuyarkan lamunan laki-laki itu.

“Iya bunda”

“Raka sayang, nih bunda masakin makanan kesukaan kamu” Ya laki-laki itu adalah Raka. Dia merasa sangat senang, karena hal ini sangat jarang dikarenakan Bunda nya yang sibuk bekerja.

“Dihabisin ya sayang, mama mau pergi lagi soalnya. Maaf gak bisa nemenin kamu makan” lanjutnya. Raut wajah Raka seketika berubah, dia menghela pelan nafasnya. Benar saja, dia seharusnya tidak berharap lebih kepada Bunda nya. Dia seharusnya tidak berharap bisa menghabiskan banyak waktu bersama bundanya, walaupun sebenarnya dia sangat ingin.

“Bunda mau pergi lagi?”

“Iya sayang, maaf ya. Bunda lupa kalau ada rapat, bunda pergi dulu ya. Jangan lupa dihabiskan makanan nya ya” Bunda Raka lalu melangkahkan kaki nya keluar rumah, meninggalkan Raka sendiri di meja makan dengan beberapa makanan kesukaan Raka yang dibuatnya.

“Hati-hati bunda” lirihnya pelan. Raka kecewa, padahal dia pikir dia bisa menghabiskan waktunya bersama bunda nya dengan berbincang dan makan bersama walaupun hanya sebentar. Namun, takdir berkata lain. Bunda nya itu seolah tidak punya waktu untuk dirinya, saat ada kesempatan selalu saja ada yang menghalanginya. Raka ingin egois, tapi dia tidak bisa. Karena dia tau, bunda nya pasti lelah karena bekerja keras mencari uang untuk dirinya menggantikan sang ayah yang sudah tiada.

Bunda Raka bukan cuman kangen masakan bunda. Tapi Raka juga kangen ngobrol sama Bunda. – batin Raka