hughaechanie

Ayana melangkahi kakinya menuju lantai 2 dimana kamarnya bersama Nakula berada. Gadis itu sudah tiba di depan pintu kamar yang sedikit terbuka itu, dia dengan takut-takut mengetuk pintu kamar. Terlihat Nakula sedang duduk di tepi ranjang sambil memainkan handphonenya. Nakula yang mendengar suara ketukan pintu menoleh ke arah sumber suara dan mengatakan, “Masuk Ay, ngapain berdiri disitu?” Gadis itu masih terdiam disana sambil menundukkan kepalanya.

“Kenapa masih diem? Mau aku yang tuntun kesini?” ucapnya lagi. Mendengar itu Ayana langsung melangkahkan kakinya mendekati Nakula. Setelah tepat berdiri di hadapan suaminya itu, dia membuka suaranya, “Maaf...”

Laki-laki yang berstatuskan suami Ayana itu meletakkan handphonenya di sebelah kanannya. Setelahnya dia menatap istrinya itu dan meraih tangannya untuk menuntunnya duduk di sampingnya. “Duduk Ay”

“Kak maaf, aku bukannya gak mau cerita. Tapi menurutku ini gak terlalu penting”

“Ay ceritanya emang gak terlalu penting, tapi aku emang gak penting ya buat kamu? Sampai masalah kayak gini aja kamu gak mau kasih tau ke aku?”

“Gak gitu kak...”

“Terus gimana? Aku emang udah denger ceritanya dari Adrian, tapi aku juga mau denger dari kamu. Itu juga kalo kamu mau cerita sama aku”

“Mau! Aku mau ceritain ke kak Nakula”

Nakula tersenyum ke arah gadisnya itu. Karena bagaimana pun kesalahan gadisnya itu, Nakula tidak bisa memarahinya. Lagipula daripada marah-marah lebih baik dibicarakan dengan kepala dingin bukan?

“Yaudah sini tiduran yuk sambil peluk ya ceritanya” Ayana yang mendengar itu menganggukan kepalanya semangat.


Flashback On

Ayana bersama kedua temannya, Alsa dan Ajiandra sedang berbincang di tepi lapangan karena sedang waktunya istirahat di kala ospek. Ayana sedang asyik mengunyah 2 buah permen karet yang diberikan Alsa tadi sambil tertawa mendengar cerita yang diceritakan oleh Ajiandra. Gadis itu mulai membentuk permen karet tersebut menjadi sebuah balon sampai sebuah suara mengejutkannya.

“EHH KALIANNーARGHHH”

“Anjir! Permen karet lo!”

Ayana panik setengah mati. Dia tidak sengaja membuat permen karet yang tadinya sudah membentuk balon itu mengenai rambut katingnya. Lagipula ini salah kating itu, sudah membuat Ayana terkejut dan dia juga yang terlalu mendekat.

“K-kak m-maaf... Aku gak sengaja” ucapnya sambil menundukkan kepalanya.

“Lo tuh Argh! Lagian ini juga kalian kenapa masih ngerumpi disini! Udah tau waktu istirahat udah selesai”

“Kalian berdua balik ke barisan dan buat lo lari 10 kali di lapangan ini!”

“Hah? 10 kali kak? Yaampun ini lapangan luas banget loh kak. Lagian itu juga teman saya gak sengaja karena kakak kagetin” ucap Alsa membela Aya.

“Iya bener sih bukan pure kesalahan Aya. Kalo emang Aya harus dihukum kita berdua juga harus dihukum” lanjut Ajiandra.

“Lo berdua sok pahlawan banget dah. Mending ikutin kata Gaby, balik ke barisan sekarang atau hukuman temen lo bakalan nambah” ucap salah satu teman katingnya itu.

“Alsa Aji kalian duluan aja, aku gapapa”

“Tapi Ay” Sekali lagi Ayana meyakinkan kedua temannya dengan mengganggukkan kepalanya itu. Setelahnya Alsa dan Aji meninggalkan Ayana dengan berat hati.

“Yaudah tunggu apalagi mulai larinya”

“I-iya kak” Ayana dengan berat hati mulai mengelilingi lapangan tersebut. Sebenarnya melihatnya saja sudah membuatnya lelah, karena sungguh lapangan utama ini benar-benar sangat luas.

Sudah putaran kedua Aya sudah mulai ngos-ngosan. Dia benar-benar sangat lelah. Keringat sudah membasahi wajahnya, ditambah lagi matahari yang sangat terik.

Sudah beberapa menit berlalu, Ayana baru berhasil mengelilingi lapangan itu sebanyak 5 kali. Masih ada 5 putaran lagi, tapi kepalanya sudah terasa sangat pening dan dadanya terasa sangat sangat sesak.

Dari kejauhan seorang laki-laki menghampiri gadis yang sedang berhenti sebentar untuk menetralkan nafasnya itu.

“Ay? Lo ngapain?”

“Hah... hah... kak Ian... A-aku lagi lari” ucapnya dengan nafas yang terengah-engah.

“Ya gue tau, maksud gue lo lari ngapain? bukannya ikut ke barisan”

“Nghh anu, aku lagi di hukum” Laki-laki bernama Adrian itu mengerutkan keningnya heran dan menaikkan alisnya seakan-akan dia bertanya “Siapa yang menghukum nya”.

“Itu sama kakak yang disana” Ayana mengarahkan matanya ke arah pinggir lapangan, dimana seorang kating perempuan yang diketahui bernama Gaby, bersama kedua temannya itu berada.

“Gaby?” Ayana menganggukkan kepalanya dengan mantap. “Kenapa?” tanya nya sekali lagi. Ayana menceritakan semuanya kenapa dia bisa dihukum sampai seperti ini, yang sebenarnya seharusnya ini tidak sepenuhnya salahnya. Adrian yang mendengar itu menahan amarahnya.

“Ikut gue” Tanpa banyak tanya Ayana mengikuti Adrian yang sudah lebih dulu jalan di depannya untuk menghampiri kating tersebut.

“Gaby”

“Ya? Loh Adrian, ngapain lo sama dia?”

“Lo yang apaan? Main ngehukum gitu aja”

“Dia salah Ian, yang pertama dia gak tepat waktu yang kedua dia udah bikin rambut gue kena permen karetnya dia”

“Cih, alasan kedua lo gak logis. Lagian nih ya udah gak jaman kali ngehukum pake ngelilingin lapangan. Terus lo pikir aja lapangan seluas ini lo suruh dia buat ngelilingin ini 10 kali. Kalo dia pingsan emang lo mau tanggung jawab?” Perempuan bernama Gaby itu menarik pelan nafasnya. Benar yang dibilang Adrian lapangan utama ini luas, 2 kali putaran saja sudah lelah. Apalagi 10 putaran.

“Ya sorry gue emosi”

“Ngapain minta maaf sama gue? sama dia lah”

“Lo kenapa sih ngebelain dia segitunya? dia siapa lo emang?”

“Gak penting lo tau dia siapa”

“Gue gak mau minta maaf, karena gue gak sepenuhnya salah”

“Dia juga gak sepenuhnya salah tapi dia tetep ngejalanin hukuman dari lo” Gaby hanya memutar bola matanya malas mendengar celotehan teman seangkatannya itu.

“Gue gak peduli Ian, tapi gue gak akan minta maaf”

“Kak Ian udah gapapa, aku gapapa kok serius”

“Tapi Ay”

“Tuh denger dia aja biasa aja. Udah lah gue mau pergi” Setelah mengatakan itu, Gaby pergi meninggalkan mereka berdua bersama temannya.

“Ay serius lo gapapa?”

“Gapapa kak beneran, btw makasih ya”

“Sama-sama, tapi itu lo keliatan capek banget deh Ay. Gue beliin minum dulu mau gak?”

“Gak usah, ntar aja. Aku balik ke barisan dulu aja ya, takut ketinggalan info”

“Oh iyaaa, kak plis jangan bilang ini ke kak Nakula ya. Sekali lagi makasihhh” ucapnya sekali lagi. Ayana berlari kecil meninggalkan Adrian sendiri menuju barisannya kembali.

“Hahaha gue gak janji Ay” gumam Adrian.

Flashback off


“Gitu kakkk”

“Brengsek Gaby” Nakula menyumpahi teman seangkatannya itu.

“Heh language kak”

“Huh aku kira kak Ian gak bocor, tau-tau nya malah digibahin” Ayana mengerucutkan bibirnya kesal dalam pelukan Nakula.

“Kalo gak karena Adrian mungkin aku gak akan pernah tau ya?”

“Kak, maafff”

“Iya iya, kali ini dimaafin”

“Tapi lain kali mau sekecil apapun masalahnya, se gak penting apapun ceritanya. Kamu harus tetep bagi ke aku ya Ay? Aku ini udah jadi suami kamu. Aku berhak tau semua tentang kamu, kalo kamu gak cerita masalah kamu ke aku. Aku merasa gak berguna Ay, aku merasa aku gak penting buat kamu”

“Gak gak, kak Nakula itu penting buat aku. Penting bangettt. Maaf ya kak, maaf sekali lagi. Huhu aku sayang banget kak Nakulaaa”

“Aku juga sayang kamu Ayana. Sayang bangettt. Udah ya tidur lagi, udah malem” Ayana menganggukkan kepalanya. “Yaudah tidur ya, good night princess”

“Night too kak Na sayang”

Setelah berpikir panjang akhirnya Azia menekan angka untuk membuka apartemen Heksa. Azia melupakan kejadian semalam karena dia juga khawatir. Azia tau bagaimana rapuhnya Heksa ketika sedang sakit dan bagaimana lemahnya dia. Terlebih lagi Heksa tinggal sendiri jauh dari orang tuanya dan Azia tau Heksa membutuhkannya.

Pintu apartemen itu terbuka setelah Azia menekan pin dengan angka dari tanggal jadian mereka. Azia memasuki apartemen tersebut dengan menjinjing plastik putih yang berisikan bubur dan beberapa makanan kecil untuk Heksa. Terlihat sangat sepi, Azia melangkahkan kakinya perlahan meunju kamar laki-laki itu. Azia membukanya dengan sangat pelan, karena Faiz bilang tadi Heksa sedang tertidur. Namun ternyata tidak, Azia mengedarkan pandangannya dan menemukan laki-laki itu terduduk di lantai sambil minum-minuman haram dari botol langsungnya. Heksa terlihat Nampak kacau, Azia dengan cepat menarik botol tersebut dari tangannya. “Kalau memperpendek umur gak gini caranya. Udah tau lagi sakit malah sok sok an minum ginian” Heksa terkejut dengan Azia yang tiba-tiba ada di hadapannya.

“Sayang kamu disini”

“Udah makan belum?”

“Zi”

“Aku tanya udah makan belum? Faiz udah bawain obat kan tapi katanya kamu belum mau makan”

“Azia ini beneran kamu?”

“Aku tanya sekali lagi kamu udah makan belum” Heksa menggeleng lemah.

“Bangun pindah ke kasur. Aku siapin makanan dulu sama obatnya. Lain kali tuh kalo sakit minum obat dulu bukannya malah minum itu” Heksa tak menjawab dia menuruti perkataan Azia untuk pindah ke kasur. Kepalanya sedikit pening. Azia keluar darisana menuju dapur untuk memindahkan bubur itu ke mangkuk. Setelah selesai Azia kembali ke kamar Heksa.

“Shhh panas banget Sa” ucapnya setelah memegang kening Heksa. “Makan dulu ya buburnya abis itu minum obat terus istirahat”

Heksa menganggukan kepalanya.

“Kamu kesini pake apa?” Tepat di suapan kedua Heksa berbicara memecah keheningan dintara mereka berdua. “ojol” Jawabnya.

“Yaudah nanti pulangnya aku anter ya. Maaf ngerepotin gini”

“Ngaco. Kamu tuh lagi sakit, ini aja masih lemes. Udah gak usah aku bisa pulang sendiri”

“Gak Zi aku bisa kok kalo nganterin kamu pulang doang”

“Sa bisa gak sih gak usah keras kepala? Diem aja gitu istirahat”

“Iya maaf” Tak terasa bubur di mangkuk itu sudah habis. Azia meletakkannya di samping meja kecil yang ada di samping ranjang Heksa. Dia mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Heksa. “Nih minum dulu abis itu minum obatnya”

Heksa mengambil obat itu dengan sedikit ragu. “Sayang obatnya nanti aja ya atau gak usah aja. Aku kan udah makan ntar juga sembuh sendiri kok” Azia mengerutkan keningnya, dia tau heksa sedang menghindari obat itu. Heksa adalah orang yang tidak suka dengan bau obat-obatan.

“Minum cepet aku liatin”

“Zi”

“Kamu mau sembuh gak sih Sa?” Akhirnya dengan susah payah Heksa mencoba menelan obat tersebut.

“Pait zi”

“Ya iya lah namanya juga obat”

“Iya sih kalo manis mah itu kamu”

“Apasih lagi sakit masih aja gombal”

“Udah tidur lagi. Aku tungguin sampe kamu tidur”

Heksa memejamkan matanya perlahan. Azia mengamati wajah indah itu dengan seksama. Sungguh Azia benar-benar menyayangi laki-laki itu. Setelah di rasa Heksa benar-benar sudah tertidur Azia mencium kening hangat itu sebentar dan mengatakan, “Sa cepet sembuh. Jangan sakit lagi aku khawatir. Maaf aku masih sedikit marah dan kecewa sama kamu gara-gara kemarin. Besok PAS semoga kamu udah sembuh ya, aku pulang dulu. Get Well Soon sayang.” Setelah mengatakan itu Azia menarik selimut Heksa hingga ke dadanya. Dan dia dengan perlahan meninggalkan kamar tersebut sambil membawa mangkuk bekas bubur tadi. Sedangkan itu Heksa belum sepenuhnya tertidur, dia mendengar semua perkataan gadisnya itu. Heksa merasa beruntung memiliki Azia, gadis itu benar-benar memperlakukannya dengan baik, walau sedang marahan sekalipun. Heksa juga menyesal sudah membuat gadis itu menangis dan kecewa karena ulahnya.

Azia pikir Heksa akan membawanya ke suatu tempat, namun dia salah. Heksa justru membawa nya ke rumahnya. Azia sudah berkeringat dingin karena sepanjang jalan Heksa hanya mendiamkannya. Azia baru ingin membuka pintu mobil namun suara Heksa dengan cepat menahannya, “Tunggu”

Azia mencoba menetralkan nafasnya. Dia mencengkram tas nya untuk menghilangkan gugupnya. “Kenapa kamu bisa sama dia? Sedangkan kamu masih mengabaikan pesan aku.”

“Aku tadi sama kak Alan Sa”

“Bang Alan? Jelas-jelas kamu cuman berduaan di kafe itu sama Karel Zi” Ah Azia lupa bahwa kak Alan sedang di lantai atas kafe itu bersama temannya sehingga membuat Heksa salah paham melihatnya hanya berduaan dengan Karel. “Kak Alan ada di lantai atas Sa aku lupa dia lagi sama temennya, makanya dia nyuruh kak Karel buat temenin aku”

“Kenapa kamu gak minta langsung pulang aja Zi? Kamu malah milih berduaan sama dia disana” Azia kalah telak. Benar kenapa dia tidak langsung pulang saja. Dia mengakui dia salah karena pergi keluar begitu tanpa memberitahunya dan mendiamkannya tanpa sebab.

“Maaf. Aku cuman ngobrol dikit aja sama dia emang salah? Lagian kak Karel itu baik Sa”

“Aku kan udah pernah bilang Zi aku sama dia hubungannya gak baik-baik aja. Gak memungkiri kalo dia deketin kamu ada tujuannya”

“Apasih Sa jangan suudzon gitu. Dia aja gak tau kita pacaran”

“Ck, kamu kenapa keras kepala gini sih?”

“Apaansi? Kamu yang kenapa tiba-tiba nuduh aku gini. Padahal kamu jelas-jelas juga tadi dateng berduaan sama temen mu itu? Mau ngapain kamu? Mau ngedate?” Heksa terdiam dia melupakan fakta bahwa dia datang bersama dengan seorang gadis tadi.

“Aku sama dia tadi nyari tukang print, tapi banyak yang tutup jadi bawa kita ke daerah sana dan kebetulan karena udah capek sama haus kita akhirnya mampir ke kafe itu. Tapi yang aku liat malah kamu yang lagi berduaan sama Karel.”

“Aku gak ngedate Sa. Kamu juga kenapa ngeprint malem-malem gini kayak gak ada hari besok aja. Kayaknya bener deh dia pengen pdkt sama kamu berkedok tugas gini”

“Zi kamu apaansih aku sama dia beneran real karena tugas. Sedangkan kamu sama Karel itu apa? Kalian itu adkel sama kakel yang aku rasa gak ada tujuannya deh buat kalian buat ketemu.”

“Kamu tuh tau gak sih Zi kalo karel sebenernya tuh lagi mau pdktan sama kamu? Seharusnya kalo kamu nganggep aku ada kamu gak akan ngehirauin dia Zi. Oh atau jangan-jangan kamu emang udah suka dia ya? Terus abis itu kamu bakalan ninggalin aku dan jadian sama dia.” Lanjutnya, dia tersenyum kecut. Sungguh mereka berdua sama-sama tak mau mengalah dan egois terus mencari kesalahan satu sama lain. Azia yang mendengar itu merasa muak, dia juga berhak marah dan egois bukana?

“Kamu apa-apaansi Sa? Kamu nuduh-nuduh aku terus daritadi. Jangan-jangan kamu nuduh aku buat nutupin kesalahan kamu? Atau kamu yang sebenernya selingkuh sama dia tapi selalu beralasan tugas kelompok?”

“AZIA!” Damn. Heksa tersadar dia telah membentak gadisnya itu dan dia tak sengaja. Azia tersentak karena ucapan Heksa, tubuhnya sedikit gemetar ketakutan. Karena sebelumnya Heksa tak pernah membentaknya walau sebesar apapun masalahnya. “Sayang maaf aku gak sengaja” ucapnya sambil meraih pergelangan tangan gadis itu, namun dengan cepat ditepis olehnya. Azia sudah tak sanggup beradu argumen dengan laki-laki itu. Dengan tangan yang gemetar ia membuka pintu mobil tersebut dan keluar darisana sambil menahan tangisnya. Heksa yang melihat itu mengikutinya dan mencoba meraih kembali tangannya, namun sama dengan tadi gadis itu menepisnya secara kasar.

“Sayang maaf maaf. Dengerin aku dulu ya?”

“Pergi Sa, aku gak mau ketemu kamu dulu.” Perlahan gadis itu melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Setelah hilang dari pandangannya, Heksa masuk kembali ke dalam mobil menyisakan penyesalannya. “Arghhh anjing kenapa gue lepas kontrol gini. Bangsat ini semua pasti rencana Karel.” Heksa memukul-mukul stir mobilnya menyalurkan amarahnya. Kali ini Karel menang, dengan Heksa yang tidak dapat mengendalikan emosinya berujung dengan hubungannya yang semakin retak.

Azia pikir Heksa akan membawanya ke suatu tempat, namun dia salah. Heksa justru membawa nya ke rumahnya. Azia sudah berkeringat dingin karena sepanjang jalan Heksa hanya mendiamkannya. Azia baru ingin membuka pintu mobil namun suara Heksa dengan cepat menahannya, “Tunggu”

Azia mencoba menetralkan nafasnya. Dia mencengkram tas nya untuk menghilangkan gugupnya. “Kenapa kamu bisa sama dia? Sedangkan kamu masih mengabaikan pesan aku.”

“Aku tadi sama kak Alan Sa”

“Bang Alan? Jelas-jelas kamu cuman berduaan di kafe itu sama Karel Zi” Ah Azia lupa bahwa kak Alan sedang di lantai atas kafe itu bersama temannya sehingga membuat Heksa salah paham melihatnya hanya berduaan dengan Karel. “Kak Alan ada di lantai atas Sa aku lupa dia lagi sama temennya, makanya dia nyuruh kak Karel buat temenin aku”

“Kenapa kamu gak minta langsung pulang aja Zi? Kamu malah milih berduaan sama dia disana” Azia kalah telak. Benar kenapa dia tidak langsung pulang saja. Dia mengakui dia salah karena pergi keluar begitu tanpa memberitahunya dan mendiamkannya tanpa sebab.

“Maaf. Aku cuman ngobrol dikit aja sama dia emang salah? Lagian kak Karel itu baik Sa”

“Aku kan udah pernah bilang Zi aku sama dia hubungannya gak baik-baik aja. Gak memungkiri kalo dia deketin kamu ada tujuannya”

“Apasih Sa jangan suudzon gitu. Dia aja gak tau kita pacaran”

“Ck, kamu kenapa keras kepala gini sih?”

“Apaansi? Kamu yang kenapa tiba-tiba nuduh aku gini. Padahal kamu jelas-jelas juga tadi dateng berduaan sama temen mu itu? Mau ngapain kamu? Mau ngedate?” Heksa terdiam dia melupakan fakta bahwa dia datang bersama dengan seorang gadis tadi.

“Aku sama dia tadi nyari tukang print, tapi banyak yang tutup jadi bawa kita ke daerah sana dan kebetulan karena udah capek sama haus kita akhirnya mampir ke kafe itu. Tapi yang aku liat malah kamu yang lagi berduaan sama Karel.”

“Aku gak ngedate Sa. Kamu juga kenapa ngeprint malem-malem gini kayak gak ada hari besok aja. Kayaknya bener deh dia pengen pdkt sama kamu berkedok tugas gini”

“Zi kamu apaansih aku sama dia beneran real karena tugas. Sedangkan kamu sama Karel itu apa? Kalian itu adkel sama kakel yang aku rasa gak ada tujuannya deh buat kalian buat ketemu.”

“Kamu tuh tau gak sih Zi kalo karel sebenernya tuh lagi mau pdktan sama kamu? Seharusnya kalo kamu nganggep aku ada kamu gak akan ngehirauin dia Zi. Oh atau jangan-jangan kamu emang udah suka dia ya? Terus abis itu kamu bakalan ninggalin aku dan jadian sama dia.” Lanjutnya, dia tersenyum kecut. Sungguh mereka berdua sama-sama tak mau mengalah dan egois terus mencari kesalahan satu sama lain. Azia yang mendengar itu merasa muak, dia juga berhak marah dan egois bukana?

“Kamu apa-apaansi Sa? Kamu nuduh-nuduh aku terus daritadi. Jangan-jangan kamu nuduh aku buat nutupin kesalahan kamu? Atau kamu yang sebenernya selingkuh sama dia tapi selalu beralasan tugas kelompok?”

“AZIA!” Damn. Heksa tersadar dia telah membentak gadisnya itu dan dia tak sengaja. Azia tersentak karena ucapan Heksa, tubuhnya sedikit gemetar ketakutan. Karena sebelumnya Heksa tak pernah membentaknya walau sebesar apapun masalahnya. “Sayang maaf aku gak sengaja” ucapnya sambil meraih pergelangan tangan gadis itu, namun dengan cepat ditepis olehnya. Azia sudah tak sanggup beradu argumen dengan laki-laki itu. Dengan tangan yang gemetar ia membuka pintu mobil tersebut dan keluar darisana sambil menahan tangisnya. Heksa yang melihat itu mengikutinya dan mencoba meraih kembali tangannya, namun sama dengan tadi gadis itu menepisnya secara kasar.

“Sayang maaf maaf. Dengerin aku dulu ya?”

“Pergi Sa, aku gak mau ketemu kamu dulu.” Perlahan gadis itu melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Setelah hilang dari pandangannya, Heksa masuk kembali ke dalam mobil menyisakan penyesalannya. “Arghhh anjing kenapa gue lepas kontrol gini. Bangsat ini semua pasti rencana Karel.” Heksa memukul-mukul stir mobilnya menyalurkan amarahnya. Kali ini Karel menang, dengan Heksa yang tidak dapat mengendalikan emosinya berujung dengan hubungannya yang semakin rentak.

Setelah berputar-putar mencari tempat untuk mengeprint tugasnya akhirnya mereka berdua sudah di dalam mobil menuju perjalan pulang. Entah kenapa tiba-tiba saja tempat print banyak yang tutup atau ada juga yang ternyata sedang rusak, hingga membawa mereka berdua jauh dari tempat awal. Keheningan melanda mereka berdua dalam mobil, hanya ada suara radio yang terdengar kecil di telinga masing-masing. Sebelum akhirnya sang puan berkata, “Sa di belokan itu nanti ada kafe, mampir dulu yuk sebentar. Kita minum, kamu juga kayaknya capek dan ngantuk gini. Disana ada kopi juga kamu bisa minum buat ilangin ngantuk.”

Heksa lelaki itu masih dalam pikirannya sendiri. Jujur saja pikiran dan raga Heksa kini sedang lelah dan dia butuh Azia namun sudah 2 hari ini Azia mengacuhkannya, membuat laki-laki itu tampak kacau. Tapi entah apa yang ada dipikirannya, laki-laki itu mengemudikan mobilnya kearah kafe yang diucapkan gadis di sebelahnya itu.

Setelah berhasil memarkirkan mobilnya, laki-laki itu turun bersamaan dengan gadis yang bersamanya. Heksa menghembuskan nafasnya pelan memegangi kepalanya yang terasa sedikit pening.

“Sa kamu gapapa?”

“Gapapa Len”

“Eh yaudah kalo gitu ayok masuk” Heksa menganggukan kepalanya. Mereka berdua melangkahkan kakinya memasuki kafe tersebut.

“Eh rame ternyata, yaudah Sa kamu cari tempat duduk dulu gimana? Biar aku yang pesen, kamu mau apa?”

“Terserah, yang menurut lo enak aja” Setelah itu mereka berpisah, Helen melangkahkan kakinya untuk memesan minuman mereka dan Heksa masih mematung di tempatnya. Laki-laki itu mengedarkan padangannya ke seluruh kafe yang cukup ramai ini karena sedang ada live musik dan juga ini malam minggu banyak pasangan yang datang.

Namun seketika netra laki-laki itu melihat seorang yang dia kenal, gadisnya. Ya benar Heksa melihat Azia dan juga seorang laki-laki yang 3 hari lalu ia temui di rooftop. Heksa mengepalkan tangannya dengan kuat, rahangnya mengeras menahan amarah. Dia memejamkan matanya sebentar untuk menetralkan emosinya. Setelah itu dia langkahkan kakinya menuju meja kedua orang tersebut yang sedang asyik mengobrol sampai tertawa itu.

“Azia” ucapan Heksa membuat kedua orang tersebut menoleh kearahnya.

“Heksa kamu kenapa ada disini?” jawab Azia dengan nada gemetar.

Anjir kenapa gue gugup gini, kayak ketauan selingkuh aja anj. Batin Azia

“Heksa aku udah pesen, kita jadinya duduk dimana?” gadis itu berbicara sambil mendekat kearah ketiga orang tersebut. “Eh ada kak Karel sama Azia? Kalian lagi ngedate?”

“Haha iya nih gue lagi ngedate sama Azia” Azia membelalakkan matanya tak percaya dengan jawaban Karel, apalagi kini Heksa sudah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. “Kalian juga lagi mau ngedate?” lanjut nya.

“Gak. Gue gak ngedate sama dia” gadis yang bersama Heksa itu baru saja ingin menjawab tapi Heksa sudah dulu menyangkalnya.

“Ikut aku Zi” ucap Heksa sambil meraih tangan Azia dan menariknya paksa, membuat Azia sedikit meringis.

“Sa pelan-pelan, sakit.”

“Helen lo balik sendiri ya, gue ada urusan” setelahnya mereka sudah menghilang dari kafe itu meninggalkan Karel dan Helen dengan tersenyum kemenangan.

“Kak kira-kira putus gak ya?”

“Mungkin aja putus, ngeliat Heksa yang marah dan juga Azia yang salah paham liat kamu sama Heksa.” Karel menarik pinggang Helen untuk mendekat ke arahnya. “By kamu cantik banget malem ini. Gimana kita lanjutin malem mingguan ini berdua?” Helen menganggukan kepalanya pelan dalam pelukan Karel dan tersenyum bahagia.

tw // fight, blood, harsh word

Laki-laki berwajah sedikit bule itu sedang menunggu seseorang di rooftop yang sepi ini dengan kedua tangannya yang ia masukkan kedalam saku celananya. Tak berselang lama, empat orang remaja laki-laki memasuki rooftop tersebut.

“Wih bawa temen ternyata?” Laki-laki itu mengangkat suara nya yang ditujukan kepada lawan bicaranya itu. Lawan bicara nya itu kini berdiri tepat di hadapannya sambil tersenyum smirk, setelah nya dia mengatakan. “Tenang aja gue tetep sendiri disini. Temen gue cuman mantau kalau ada guru, gue sih gak takut. Cuman kasian aja sama lo, takutnya nanti ketauan sama guru ilang deh citra anak baik lo. Apalagi lo udah kelas 12, ups” Seakan terpancing laki-laki itu mencoba tetap tenang menahan emosinya. Setelah itu ketiga teman dari lawannya itu melangkahkan kakinya keluar, menutup pintu rooftop dan berjaga di luar sana.

“Jangan lama dan inget lo berdua itu dulu pernah temenan” ucap Bian. Laki-laki di dalam sana mengacungkan jempolnya tanda “oke”.

“Oke gak pake basa-basi. Jadi maksud lo apa?” To the point, itu yang dilakukan Heksa sekarang. Sekarang dia benar-benar hanya berdua di dalam rooftop bersama Karel, lawan bicaranya itu.

“Heksa Heksa lo ini beneran gak tau maksud gue apa atau emang pura-pura gak tau?”

“Jelasin Karel apa maksud lo ngedeketin Azia?”

“Because she’s your girlfriend” Heksa mengerutkan keningnya heran mendengar jawaban santai dari Karel. “And ya main-main sedikit gapapa kali ya. Apalagi gak ada yang tau kalo dia pacar lo dan satu sekolah tau gue lagi deket sama azia dan mereka bilang gue sama Azia cocok, ups”

“Brengsek apa maksud lo main-main”

“Maksud gue mainin hubungan lo, sorry gue gak tertarik sama Azia”

“Gue akan bikin Azia jatuh dalam pesona gue dan bikin dia ninggalin lo kayak apa yang lo lakuin dulu ke hubungan gue”

“Anjing. Gue udah bilang berulang kali, lo salah paham Karel. Dia pergi bukan karena gue!”

“Gue gak mau denger apa pun. Karena yang gue tau she’s like you dan itu jadi alasan kenapa dia pergi.”

“Bukan Karel! Itu bukan alasan utama dia pergi. Ah shit! Kenapa juga dia pergi ngilang tanpa kabar gini”

“I don’t care Sa. Gue tetep gak suka ngeliat hubungan lo yang selalu bahagia. Gue bakalan bikin Azia pergi dari lo.” Heksa sudah tidak mengerti dengan cara pikir Karel. Dengan amarah yang sudah dia tahan daritadi Heksa melayangkan pukulan tepat di wajah Karel. Karel yang tidak siap terhuyung kebelakang dan tepat di bagian bibirnya sobek karena pukulan Heksa.

“Ck, baru gini aja udah kepancing lo”

“Tenang aja Heksa gue gak apa-apain cewek lo. Gue gak tertarik, dia gak secantik itu buat gue. Tapi kalo sentuh dikit gapapa kali ya”

“Brengsek” tepat setelah mengatakan itu Heksa menendang tubuh Karel hingga tersungkur ke lantai. Heksa menghampirinya dan menarik kerahnya. “Gue kesini tadinya mau ngomong baik-baik. Tapi lo ternyata tetep sama aja kayak dulu. Bajingan”

“Sesama bajingan gak usah ngatain”

“Anjing” Heksa memukul wajah tampan Karel lagi dan lagi. Kini hidung Karel berdarah tapi tak membuat Heksa berhenti memukulinya. Karel yang juga masih menyimpan emosi mengumpulkan segala tenaganya untuk lepas dari cengkraman Heksa. Kini Karel mencengkram kerah seragam Heksa dan mendorongnya hingga ketembok dengan kasar. Membuat Heksa sedikit meringis.

“Brengsek ini buat lo yang udah bikin dia pergi dari gue” Karel melayangkan pukulannya ke wajah Heksa. “Ini buat lo yang udah ngancurin kebahagiaan gue” Tak hanya itu Karel juga menendang perut Heksa menggunakan lututnya. Heksa kini merasa kesakitan. Namun dia tahan hingga akhirnya dia kembali menendang Karel dengan seluruh tenaganya. Kini Karel kembali berada dalam cengkraman Heksa. Heksa benar-benar sudah tak memandang Karel lagi, dia memukul Karel dengan membabi buta. “Lo boleh ngatain gue anjing, lo boleh hina gue. Tapi gue gak akan suka lo bawa-bawa Azia dan ngehina dia gitu aja di depan muka gue”

Karel berdecih dan tersenyum miring. Tak lama setelahnya Bian, Faiz, dan Farel masuk ke dalam rooftop setelah mendengar ada barang yang terjatuh. Ketiga nya terkejut melihat kedua orang itu sama-sama sudah babak belur. Heksa yang belum sadar akan kehadiran temannya ingin melayangkan lagi pukulan kearah Karel namun dengan cepat di tahan oleh Bian. “Udah anjing Sa, Karel udah kayak mau mati gini masih aja pengen lo tonjok”

“Rel, Is bawa Karel dah ke uks cepetan sebelum ada yang tau”

“Gak perlu, gue bisa sendiri” Karel dengan susah payah mencoba bangkit, Farel dan Faiz yang melihat itu mencoba membantu.

“Thanks” ucapnya

“Jangan lo pikir karena lo udah bikin gue kayak gini gue bakalan mundur. Lo salah Heksa justru bikin gue semangat buat cepet-cepet ngancurin hubungan lo.” Setelah mengucapkan itu Karel keluar dengan berjalan sedikit kesusahan karena menahan rasa sakit ditubuh dan juga wajahnya.

“Bangsat” gumam Heksa

Laki-laki berwajah sedikit bule itu sedang menunggu seseorang di rooftop yang sepi ini dengan kedua tangannya yang ia masukkan kedalam saku celananya. Tak berselang lama, empat orang remaja laki-laki memasuki rooftop tersebut.

“Wih bawa temen ternyata?” Laki-laki itu mengangkat suara nya yang ditujukan kepada lawan bicaranya itu. Lawan bicara nya itu kini berdiri tepat di hadapannya sambil tersenyum smirk, setelah nya dia mengatakan. “Tenang aja gue tetep sendiri disini. Temen gue cuman mantau kalau ada guru, gue sih gak takut. Cuman kasian aja sama lo, takutnya nanti ketauan sama guru ilang deh citra anak baik lo. Apalagi lo udah kelas 12, ups” Seakan terpancing laki-laki itu mencoba tetap tenang menahan emosinya. Setelah itu ketiga teman dari lawannya itu melangkahkan kakinya keluar, menutup pintu rooftop dan berjaga di luar sana.

“Jangan lama dan inget lo berdua itu dulu pernah temenan” ucap Bian. Laki-laki di dalam sana mengacungkan jempolnya tanda “oke”.

“Oke gak pake basa-basi. Jadi maksud lo apa?” To the point, itu yang dilakukan Heksa sekarang. Sekarang dia benar-benar hanya berdua di dalam rooftop bersama Karel, lawan bicaranya itu.

“Heksa Heksa lo ini beneran gak tau maksud gue apa atau emang pura-pura gak tau?”

“Jelasin Karel apa maksud lo ngedeketin Azia?”

“Because she’s your girlfriend” Heksa mengerutkan keningnya heran mendengar jawaban santai dari Karel. “And ya main-main sedikit gapapa kali ya. Apalagi gak ada yang tau kalo dia pacar lo dan satu sekolah tau gue lagi deket sama azia dan mereka bilang gue sama Azia cocok, ups”

“Brengsek apa maksud lo main-main”

“Maksud gue mainin hubungan lo, sorry gue gak tertarik sama Azia”

“Gue akan bikin Azia jatuh dalam pesona gue dan bikin dia ninggalin lo kayak apa yang lo lakuin dulu ke hubungan gue”

“Anjing. Gue udah bilang berulang kali, lo salah paham Karel. Dia pergi bukan karena gue!”

“Gue gak mau denger apa pun. Karena yang gue tau she’s like you dan itu jadi alasan kenapa dia pergi.”

“Bukan Karel! Itu bukan alasan utama dia pergi. Ah shit! Kenapa juga dia pergi ngilang tanpa kabar gini”

“I don’t care Sa. Gue tetep gak suka ngeliat hubungan lo yang selalu bahagia. Gue bakalan bikin Azia pergi dari lo.” Heksa sudah tidak mengerti dengan cara pikir Karel. Dengan amarah yang sudah dia tahan daritadi Heksa melayangkan pukulan tepat di wajah Karel. Karel yang tidak siap terhuyung kebelakang dan tepat di bagian bibirnya sobek karena pukulan Heksa.

“Ck, baru gini aja udah kepancing lo”

“Tenang aja Heksa gue gak apa-apain cewek lo. Gue gak tertarik, dia gak secantik itu buat gue. Tapi kalo sentuh dikit gapapa kali ya”

“Brengsek” tepat setelah mengatakan itu Heksa menendang tubuh Karel hingga tersungkur ke lantai. Heksa menghampirinya dan menarik kerahnya. “Gue kesini tadinya mau ngomong baik-baik. Tapi lo ternyata tetep sama aja kayak dulu. Bajingan”

“Sesama bajingan gak usah ngatain”

“Anjing” Heksa memukul wajah tampan Karel lagi dan lagi. Kini hidung Karel berdarah tapi tak membuat Heksa berhenti memukulinya. Karel yang juga masih menyimpan emosi mengumpulkan segala tenaganya untuk lepas dari cengkraman Heksa. Kini Karel mencengkram kerah seragam Heksa dan mendorongnya hingga ketembok dengan kasar. Membuat Heksa sedikit meringis.

“Brengsek ini buat lo yang udah bikin dia pergi dari gue” Karel melayangkan pukulannya ke wajah Heksa. “Ini buat lo yang udah ngancurin kebahagiaan gue” Tak hanya itu Karel juga menendang perut Heksa menggunakan lututnya. Heksa kini merasa kesakitan. Namun dia tahan hingga akhirnya dia kembali menendang Karel dengan seluruh tenaganya. Kini Karel kembali berada dalam cengkraman Heksa. Heksa benar-benar sudah tak memandang Karel lagi, dia memukul Karel dengan membabi buta. “Lo boleh ngatain gue anjing, lo boleh hina gue. Tapi gue gak akan suka lo bawa-bawa Azia dan ngehina dia gitu aja di depan muka gue”

Karel berdecih dan tersenyum miring. Tak lama setelahnya Bian, Faiz, dan Farel masuk ke dalam rooftop setelah mendengar ada barang yang terjatuh. Ketiga nya terkejut melihat kedua orang itu sama-sama sudah babak belur. Heksa yang belum sadar akan kehadiran temannya ingin melayangkan lagi pukulan kearah Karel namun dengan cepat di tahan oleh Bian. “Udah anjing Sa, Karel udah kayak mau mati gini masih aja pengen lo tonjok”

“Rel, Is bawa Karel dah ke uks cepetan sebelum ada yang tau”

“Gak perlu, gue bisa sendiri” Karel dengan susah payah mencoba bangkit, Farel dan Faiz yang melihat itu mencoba membantu.

“Thanks” ucapnya

“Jangan lo pikir karena lo udah bikin gue kayak gini gue bakalan mundur. Lo salah Heksa justru bikin gue semangat buat cepet-cepet ngancurin hubungan lo.” Setelah mengucapkan itu Karel keluar dengan berjalan sedikit kesusahan karena menahan rasa sakit ditubuh dan juga wajahnya.

“Bangsat” gumam Heksa

tw // family issues, slap

Rumah mewah bernuansa putih dengan barang-barang mewah di dalamnya itu terasa sunyi. Kini hari menunjukkan pukul 11 malam, setelah asyik mengobrol dengan sang Bunda, laki-laki bernama Heksa itu sedang duduk terdiam di ruang tengah. Mengamati sekitar seolah terasa asing untuknya. Orang bilang rumah merupakan tempat terhangat dan ternyaman untuk pulang, tapi tidak untuk Heksa. Laki-laki itu enggan sekali menapaki rumah tersebut jika tidak karena bunda nya. Setidaknya jika dia pulang masih tersisa sedikit kehangatan dan rasa kasih sayang dari bundanya.

Suara pintu terdengar seperti ada yang membuka nya. Seorang pria paruh baya dengan stelan jas lengkap dan tas kerja yang dijinjingnya itu melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut. Langkah kakinya menuntunnya ke arah ruang tengah, netra pria paruh baya itu menangkap seorang laki-laki yang sedang duduk sambil menundukkan kepalanya ke bawah. “Kamu? Sejak kapan kamu disini?!”

Suara khas berat yang bercampur amarah itu membuyarkan lamunan Heksa. Dia mendongakkan kepalanya, setelahnya dia menghela panjang nafasnya. Rasanya habis ini akan ada perdebatan panjang dan sungguh Heksa benci itu.

“Bian cuman nemenin Bunda karena Ayah keluar kota” Ya Heksa menyebut dirinya Bian karena sedari kecil ayahnya itu selalu memanggilnya Bian. Diambil dari nama belakangnya Heksa Biantara. Dan pria paruh baya itu adalah ayah dari Heksa, Jovan Biantara.

“Karena saya sudah pulang, kamu bisa pergi dari sini. Sungguh saya tidak suka kamu berada disini” Hati Heksa mencelos mendengar perkataan ayah nya. Bagaimana bisa seorang ayah mengusir anaknya sendiri dan mengatakan jika dia tidak menyukainya kalau Heksa berada di rumah ini. Heksa benar-benar muak dibuatnya.

“Kenapa Yah? Kenapa Ayah selalu gak suka sama Bian? Sudah 17 tahun Yah, sudah 17 tahun ayah menutup mata dengan kehadiran Bian KENAPA?!!!” Heksa benar-benar sudah berada di puncak amarahnya. Ayolah Heksa bukan lagi anak kecil yang ketika disuruh akan langsung menurut, tapi dia sudah menjadi laki-laki yang sedang menjalani proses pendewasaan. Heksa benar-benar tidak mengerti dengan ayahnya ini. Sudah 17 tahun tapi Jovan selalu mengelak kehadiran Heksa.

“Pelankan suara kamu Bian!” balas Jovan tak kalah dengan nada tingginya.

“Bian cuman butuh jawaban Yah, Kenapa ayah gak suka sama Bian? Apa Bian ini cuman pembawa sial atau Bian ini pembawa bencana di kehidupan ayah?”

“Bian jaga ucapan kamu!”

“Kenapa Yah? Benar itu alasan ayah?”

Plakkk. Tamparan itu terdengar begitu nyaring karena saking kerasnya. Jovan yang lelah dan bercampur amarah tak sengaja melayangkan tangannya itu ke arah Heksa. Pipi Heksa kini sudah terlihat begitu merah karena tamparan ayah nya itu.

Anjing, sakit banget. Gak Sa, lo gak boleh nangis. Batin Heksa.

“Cukup Bian. Jangan bikin saya tambah emosi, lebih baik sekarang pergi dari sini.”

Heksa berdecih sambil menatap nanar ayah nya itu. Dia benar-benar benci ini, ayahnya terlihat seperti monster untuknya. “Iya Bian pergi dari sini. Emang kehadiran Bian tuh selalu gak diterima sama ayah. Bian gak ngerti apa salah Bian sampe ayah kayak gini. Tapi semoga aja ayah cepet sadar” Heksa menarik nafasnya panjang sebelum melanjutkan ucapannya. “Titip Bunda yah, bilang Bian pamit. Jangan kasih tau Bunda apa-apa mengenai ini. Yah Bian emang benci sama ayah tapi gak memungkiri Bian juga sayang sama ayah. Semoga ayah sehat selalu, Bian pamit Yah.” Dengan dada nya yang begitu sesak Heksa melangkahkan kakinya dengan berat meninggalkan rumah tersebut. Perlahan punggung yang terlihat rapuh itu menghilang, menyisakan Jovan yang termenung dengan kakinya yang bergetar lemas. Jovan mendudukkan dirinya di atas sofa, menetralkan nafasnya dan juga sakit yang menderu kepalanya.

“Maafin saya, maafin saya Bian. Saya gagal jadi ayah karena emosi dan rasa kecewa yang masih menguasai diri saya. Kamu bukan pemebawa sial kamu bukan pembawa bencana. Sungguh saya juga menyayangi kamu Bian, anak saya yang hebat.”

Azia pikir Heksa akan membawanya ke suatu tempat, namun dia salah. Heksa justru membawa nya ke rumahnya. Azia sudah berkeringat dingin karena sepanjang jalan Heksa hanya mendiamkannya. Azia baru ingin membuka pintu mobil namun suara Heksa dengan cepat menahannya, “Tunggu”

Azia mencoba menetralkan nafasnya. Dia mencengkram tas nya untuk menghilangkan gugupnya. “Kenapa kamu bisa sama dia? Sedangkan kamu masih mengabaikan pesan aku.”

“Aku tadi sama kak Alan Sa”

“Bang Alan? Jelas-jelas kamu cuman berduaan di kafe itu sama Karel Zi” Ah Azia lupa bahwa kak Alan sedang di lantai atas kafe itu bersama temannya sehingga membuat Heksa salah paham melihatnya hanya berduaan dengan Karel. “Kak Alan ada di lantai atas Sa aku lupa dia lagi sama temennya, makanya dia nyuruh kak Karel buat temenin aku”

“Kenapa kamu gak minta langsung pulang aja Zi? Kamu malah milih berduaan sama dia disana” Azia kalah telak. Benar kenapa dia tidak langsung pulang saja. Dia mengakui dia salah karena pergi keluar begitu tanpa memberitahunya dan mendiamkannya tanpa sebab.

“Maaf. Aku cuman ngobrol dikit aja sama dia emang salah? Lagian kak Karel itu baik Sa”

“Aku kan udah pernah bilang Zi aku sama dia hubungannya gak baik-baik aja. Gak memungkiri kalo dia deketin kamu ada tujuannya”

“Apasih Sa jangan suudzon gitu. Dia aja gak tau kita pacaran”

“Ck, kamu kenapa keras kepala gini sih?”

“Apaansi? Kamu yang kenapa tiba-tiba nuduh aku gini. Padahal kamu jelas-jelas juga tadi dateng berduaan sama temen mu itu? Mau ngapain kamu? Mau ngedate?” Heksa terdiam dia melupakan fakta bahwa dia datang bersama dengan seorang gadis tadi.

“Aku sama dia tadi nyari tukang print, tapi banyak yang tutup jadi bawa kita ke daerah sana dan kebetulan karena udah capek sama haus kita akhirnya mampir ke kafe itu. Tapi yang aku liat malah kamu yang lagi berduaan sama Karel.”

“Aku gak ngedate Sa. Kamu juga kenapa ngeprint malem-malem gini kayak gak ada hari besok aja. Kayaknya bener deh dia pengen pdkt sama kamu berkedok tugas gini”

“Zi kamu apaansih aku sama dia beneran real karena tugas. Sedangkan kamu sama Karel itu apa? Kalian itu adkel sama kakel yang aku rasa gak ada tujuannya deh buat kalian buat ketemu.”

“Kamu tuh tau gak sih Zi kalo karel sebenernya tuh lagi mau pdktan sama kamu? Seharusnya kalo kamu nganggep aku ada kamu gak akan ngehirauin dia Zi. Oh atau jangan-jangan kamu emang udah suka dia ya? Terus abis itu kamu bakalan ninggalin aku dan jadian sama dia.” Lanjutnya, dia tersenyum kecut. Sungguh mereka berdua sama-sama tak mau mengalah dan egois terus mencari kesalahan satu sama lain. Azia yang mendengar itu merasa muak, dia juga berhak marah dan egois bukana?

“Kamu apa-apaansi Sa? Kamu nuduh-nuduh aku terus daritadi. Jangan-jangan kamu nuduh aku buat nutupin kesalahan kamu? Atau kamu yang sebenernya selingkuh sama dia tapi selalu beralasan tugas kelompok?”

“AZIA!” Damn. Heksa tersadar dia telah membentak gadisnya itu dan dia tak sengaja. Azia tersentak karena ucapan Heksa, tubuhnya sedikit gemetar ketakutan. Karena sebelumnya Heksa tak pernah membentaknya walau sebesar apapun masalahnya. “Sayang maaf aku gak sengaja” ucapnya sambil meraih pergelangan tangan gadis itu, namun dengan cepat ditepis olehnya. Azia sudah tak sanggup beradu argumen dengan laki-laki itu. Dengan tangan yang gemetar ia membuka pintu mobil tersebut dan keluar darisana sambil menahan tangisnya. Heksa yang melihat itu mengikutinya dan mencoba meraih kembali tangannya, namun sama dengan tadi gadis itu menepisnya secara kasar.

“Sayang maaf maaf. Dengerin aku dulu ya?”

“Pergi Sa, aku gak mau ketemu kamu dulu.” Perlahan gadis itu melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Setelah hilang dari pandangannya, Heksa masuk kembali ke dalam mobil menyisakan penyesalannya. “Arghhh anjing kenapa gue lepas kontrol gini. Bangsat ini semua pasti rencana Karel.” Heksa memukul-mukul stir mobilnya menyalurkan amarahnya. Kali ini Karel menang, dengan Heksa yang tidak dapat mengendalikan emosinya berujung dengan hubungannya yang semakin rentak.

Setelah berpikir panjang akhirnya Azia menekan angka untuk membuka apartemen Heksa. Azia melupakan kejadian semalam karena dia juga khawatir. Azia tau bagaimana rapuhnya Heksa ketika sedang sakit dan bagaimana lemahnya dia. Terlebih lagi Heksa tinggal sendiri jauh dari orang tuanya dan Azia tau Heksa membutuhkannya.

Pintu apartemen itu terbuka setelah Azia menekan pin dengan angka dari tanggal jadian mereka. Azia memasuki apartemen tersebut dengan menjinjing plastik putih yang berisikan bubur dan beberapa makanan kecil untuk Heksa. Terlihat sangat sepi, Azia melangkahkan kakinya perlahan meunju kamar laki-laki itu. Azia membukanya dengan sangat pelan, karena Faiz bilang tadi Heksa sedang tertidur. Namun ternyata tidak, Azia mengedarkan pandangannya dan menemukan laki-laki itu terduduk di lantai sambil minum-minuman haram dari botol langsungnya. Heksa terlihat Nampak kacau, Azia dengan cepat menarik botol tersebut dari tangannya. “Kalau memperpendek umur gak gini caranya. Udah tau lagi sakit malah sok sok an minum ginian” Heksa terkejut dengan Azia yang tiba-tiba ada di hadapannya.

“Sayang kamu disini”

“Udah makan belum?”

“Zi”

“Aku tanya udah makan belum? Faiz udah bawain obat kan tapi katanya kamu belum mau makan”

“Azia ini beneran kamu?”

“Aku tanya sekali lagi kamu udah makan belum” Heksa menggeleng lemah.

“Bangun pindah ke kasur. Aku siapin makanan dulu sama obatnya. Lain kali tuh kalo sakit minum obat dulu bukannya malah minum itu” Heksa tak menjawab dia menuruti perkataan Azia untuk pindah ke kasur. Kepalanya sedikit pening. Azia keluar darisana menuju dapur untuk memindahkan bubur itu ke mangkuk. Setelah selesai Azia kembali ke kamar Heksa.

“Shhh panas banget Sa” ucapnya setelah memegang kening Heksa. “Makan dulu ya buburnya abis itu minum obat terus istirahat”

Heksa menganggukan kepalanya.

“Kamu kesini pake apa?” Tepat di suapan kedua Heksa berbicara memecah keheningan dintara mereka berdua. “ojol” Jawabnya.

“Yaudah nanti pulangnya aku anter ya. Maaf ngerepotin gini”

“Ngaco. Kamu tuh lagi sakit, ini aja masih lemes. Udah gak usah aku bisa pulang sendiri”

“Gak Zi aku bisa kok kalo nganterin kamu pulang doang”

“Sa bisa gak sih gak usah keras kepala? Diem aja gitu istirahat”

“Iya maaf” Tak terasa bubur di mangkuk itu sudah habis. Azia meletakkannya di samping meja kecil yang ada di samping ranjang Heksa. Dia mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Heksa. “Nih minum dulu abis itu minum obatnya”

Heksa mengambil obat itu dengan sedikit ragu. “Sayang obatnya nanti aja ya atau gak usah aja. Aku kan udah makan ntar juga sembuh sendiri kok” Azia mengerutkan keningnya, dia tau heksa sedang menghindari obat itu. Heksa adalah orang yang tidak suka dengan bau obat-obatan.

“Minum cepet aku liatin”

“Zi”

“Kamu mau sembuh gak sih Sa?” Akhirnya dengan susah payah Heksa mencoba menelan obat tersebut.

“Pait zi”

“Ya iya lah namanya juga obat”

“Iya sih kalo manis mah itu kamu”

“Apasih lagi sakit masih aja gombal”

“Udah tidur lagi. Aku tungguin sampe kamu tidur”

Heksa memejamkan matanya perlahan. Azia mengamati wajah indah itu dengan seksama. Sungguh Azia benar-benar menyayangi laki-laki itu. Setelah di rasa Heksa benar-benar sudah tertidur Azia mencium kening hangat itu sebentar dan mengatakan, “Sa cepet sembuh. Jangan sakit lagi aku khawatir. Maaf aku masih sedikit marah dan kecewa sama kamu gara-gara kemarin. Besok PAS semoga kamu udah sembuh ya, aku pulang dulu. Get Well Soon sayang.” Setelah mengatakan itu Azia menarik selimut Heksa hingga ke dadanya. Dan dia dengan perlahan meninggalkan kamar tersebut sambil membawa mangkuk bekas bubur tadi. Sedangkan itu Heksa belum sepenuhnya tertidur, dia mendengar semua perkataan gadisnya itu. Heksa merasa beruntung memiliki Azia, gadis itu benar-benar memperlakukannya dengan baik, walau sedang marahan sekalipun. Heksa juga menyesal sudah membuat gadis itu menangis dan kecewa karena ulahnya.